Praktek bisnis ekstraktif di Indonesia selama ini kerap memperdalam krisis lingkungan dan perubahan iklim
Jakarta (ANTARA) - Lembaga Indonesia for Global Justice (IGJ) menyoroti penerapan deregulasi yang terdapat dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja yang dinilai bakal membahayakan karena berpotensi memperluas ruang monopoli baru korporasi terhadap sumber ekonomi rakyat.

"Praktek bisnis ekstraktif di Indonesia selama ini kerap memperdalam krisis lingkungan dan perubahan iklim, serta meningkatkan ketimpangan sosial ekonomi di masyarakat. Proses deregulasi dalam Omnibus Law dilakukan tanpa adanya komitmen membangun konsep value chain yang berkelanjutan," kata Direktur Eksekutif IGJ Rachmi Hertanti dalam siaran pers di Jakarta, Senin.

Menurut dia, Omnibus Law adalah strategi yang diadopsi Pemerintah untuk menjawab krisis ekonomi dengan mendorong transformasi industrialisasi nasional ke arah agenda rantai nilai global untuk maksimalisasi pembangunan hilirisasi industri sektor ekstraktif dalam rangka meningkatkan ekspansi pasar ekspor Indonesia.

Untuk itu, ia menginginkan agar berbagai negara yang melakukan pendanaan investasi juga harus sepenuhnya peduli, mengawasi serta bertanggung jawab dengan bagaimana uang mereka digunakan secara baik dan tepat di Indonesia.

"Jangan sampai mereka turut andil dalam kerusakan lingkungan yang akan memperparah krisis iklim global, juga ketidakadilan terhadap masyarakat dan pada bersamaan gagal berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi dan kesejahteraan rakyat Indonesia," ucap Rachmi.

Sebagaimana diwartakan, Pengamat Administrasi Publik Universitas Padjadjaran Muhammad Rizal menyebut bahwa ekosistem ketenagakerjaan yang diatur dalam RUU Cipta Kerja menjamin fleksibilitas untuk investor lebih mudah masuk dan membuka lapangan kerja lebih masif, di mana hal ini dinilai sangat krusial untuk dilakukan karena Indonesia saat ini menghadapi tantangan bonus demografi pekerja.

"RUU Cipta Kerja jika nantinya disahkan punya fleksibilitas untuk mempertahankan, memperbaiki, dan bahkan menghapus norma lama serta menciptakan norma baru yang lebih ramah investasi. Ini sangat penting untuk segera dilakukan di Indonesia," kata Rizal pada web seminar bertajuk "RUU Cipta Kerja Kepastian Kerja dan Investasi", Jumat (10/7).

Menurut Rizal, Indonesia saat ini cukup ketinggalan dibandingkan negara tujuan investasi lainnya. Sedangkan, upaya menarik kembali investor dinilai akan semakin sulit setelah adanya COVID-19.

Sebelumnya, Ekonom dari Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Lukman Hakim mengutarakan harapannya agar RUU Cipta Kerja yang difokuskan untuk memangkas keruwetan regulasi untuk berinvestasi, bisa meningkatkan kembali gairah investasi di Indonesia.

"Masuknya investasi saat ini, bisa memfasilitasi terbukanya lebih banyak lapangan kerja yang akan dinikmati oleh generasi di masa mendatang," ucapnya.

Ia berpendapat bahwa tumpang tindih regulasi terutama di bidang investasi ekonomi memang sudah jadi permasalahan akut di Indonesia semenjak masa reformasi, serta upaya untuk menyelesaikan permasalahan ini juga tidak bisa dicapai dengan cara yang mudah.

Baca juga: Peneliti: Omnibus Law bikin RI lebih bisa penuhi pangan via impor
Baca juga: UU PPLH direvisi dalam RUU Omnibus Law Cipta Karya

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2020