Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah, kalangan DPR dan Partai Politik diharapkan peduli terhadap masalah kelautan, sehingga terbentuk bangsa Indonesia yang cinta bahari memiliki jiwa, pandangan hidup, semangat, arif, aktif, kreatif, dinamis, penuh insiatif, kritis dan terbuka.

Demikian benang merah dalam diskusi “Budaya Bangsa Bahari” di Jakarta, yang diselenggarakan oleh Yayasan Suluh Nuswantara Bakti (YSNB) bersama Yayasan Pusaka Palapa Nusantara, Yayasan Pelestari Budaya Bangsa dan Lembaga Studi Kapasitas Nasional.

Pembicara diskusi antara lain Fachri Ali (pengamat politik), Gusti Asnan (sejarawan), Radhar Panca Dahana (Sastrawan), Prof Hasyim Djalal M (diplomat senior dan tokoh hukum laut), Pelaksana Harian Badan Pengelola Kawasan Wisata Bahari Sunda Kelapa Martono Yuwono, Rosihan Arsyad (Direktur Eksekutif Institut for Maritime Studies), Jaleswari Primawardani, dan Woeryanti Iman Soetopo.

Hasyim Djalal mengatakan, dampak dari perubahan karakter akibat penajajahan Belnada 3,5 abad yang menjadi bangsa pasif dan menunggu perintah, kini bangsa tidak lagi menjunjung tinggi budaya bahari yang diwariskan oleh Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Majapahit, terutama dalam menjaga kedaulatan wilayah lautnya.

Dia memberikan contoh kasus Pulau Sipadan dan Ligitan yang jatuh ke tangan Malaysia. Sekarang Malaysia pun mengincar blok Ambalat, karena pemerintah dinilai tidak serius mengurus titik koordinat batas lautnya ke PBB maka Indonesia
akan terus menerus akan berseteru dengan polisi laut dari negara negara lain.

Dia menjelaskan, masalah kelautan yang memegang peranan adalah parpol dan DPR karena berkaitan dengan anggaran dan UU. Namun, Dia menilai DPR kurang peduli dengan masalah kelautan, terbukti sampai saat ini RUU kelautan belum juga disahkan menjadi UU.

Sedangkan, Sejarawan Asvi Warman Adam menyoroti kurikulum sekolah yang memasukkan kasus Timor-Timor pada 2006 karena penyusun kurikulum menyatakan lupa akibat sibuk memasukkan soal gerakan PKI dalam buku sejarah.

"Mudah-mudahan hanya terlupa, bukan ketidaksadaran untuk memasukkan maritim itu  penting," katanya.

Pada diskusi tersebut juga disinggung tentang nelayan NTT dipatoki wilayah lautnya oleh pemerintah Australia. Padahal sejak dulu mereka menangkap ikan di wilayah tersebut. Dari sisi teknologi kelautan para pembicara melihat Indonesia jauh tertinggal dengan negara lain.

Menurut mereka, Indonesia sebenarnya bisa membuat kapal perang sendiri untuk menjaga wilayah laut.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009