Jakarta (ANTARA) - Duo praktisi komunikasi Erwin Parengkuan dan Becky Tumewu membahas tantangan komunikasi antargenerasi generasi di dunia kerja dalam buku "Generation Gap(less) yang dirilis, Selasa (14/7).

Kesenjangan generasi jadi topik menarik yang banyak ditemui di dunia kerja dalam lima tahun belakangan. Erwin dan Becky memberikan wawasan lebih luas mengenai tantangan antargenerasi saat ini.

Baca juga: Liburan usai, begini tips siapkan diri kembali bekerja

Baca juga: Tips dari pakar produktivitas agar efektif bekerja dari rumah


“Dahulu hanya ada dua-tiga generasi dalam sebuah organisasi. Semua orang di dalamnya cenderung tidak memiliki pembanding dan yang mereka lakukan adalah mengikuti jejak pendahulu mereka. Perbedaan pun menjadi tidak terlalu terasa,” tutur Erwin, seperti dikutip dari dalam buku.

Dia mengatakan, masalah baru muncul ketika ada empat hingga lima generasi berbeda dalam satu perusahaan. Keruwetan semakin menjadi dengan industri 4.0 yang kian maju dan serbuan teknologi yang bergerak cepat.

"Bila tidak segera diantisipasi oleh para pemimpin di puncak manajemen, bahaya besar akan mengancam keberlangsungan usaha,” tambahnya.

Erwin dan Becky kemudian memetakan hal-hal yang mereka temui dan pelajari menjadi lima bab dalam buku "Generation Gap(less)".

Bab pertama, “Understand-Inc Generation: Setiap Generasi Memang Berbeda”, memberikan gambaran mengenai latar belakang beberapa generasi sebagai faktor yang membentuk kepribadian setiap generasi dengan ciri khas masing-masing.

Baca juga: Resep BCL dan Becky Tumewu cegah penuaan dini

Kemudian bab “When Millennials Rule: Aturan Main Baru” memberikan wawasan mendalam mengenai generasi milenial yang menempati jumlah terbesar dalam dunia kerja saat ini.

Bab ketiga, “Embracing Multi-generational Workforce: Mengatur Strategi Komunikasi Efektif”, memaparkan beragam tip komunikasi dan cara meminimalkan konflik dalam perusahaan akibat kesenjangan gaya komunikasi. Gaya komunikasi yang dibutuhkan kemudian dibahas pada bab “Rebranding: Merangkul Perubahan”.

Sebagai penutup, bab “Get Ready for Gen Z: Mempersiapkan Langkah Berikutnya” memberikan deskripsi mengenai generasi Z sebagai pelaku kerja potensial yang harus dipahami dan dibimbing di masa depan.

“Hasil riset yang kami lakukan di suatu bank lokal menunjukkan bahwa 20 persen dari dua puluh pemimpin yang konsisten melaksanakan tools yang kami berikan berhasil memiliki tim kerja yang sangat kondusif," kata Becky.

"Para pemimpin tersebut menjadi lebih terbuka dalam hal komunikasi dan bekerja dengan sangat baik. Bagaimana dengan 80 persen selebihnya? Sisanya adalah pemimpin yang masih resisten dan baper dengan tim kerja yang tidak solid."

Becky mengatakan, setiap generasi istimewa dan punya keunikan masing-masing. Saat ini generasi baby boomers dan generasi X adalah para pemegang jabatan penting, sedangkan milenial dan generasi Z adalah pemilik masa depan.

"Sangat disayangkan bila potensi besar yang mereka miliki menjadi sia-sia karena tidak adanya pengertian dan komunikasi yang baik antargenerasi, termasuk bimbingan yang layak dari generasi sebelumnya.”

Saat ini, buku "Generation Gap(less)" hanya bisa didapatkan dalam format ebook di aplikasi Gramedia Digital dan Google Play Books.

Erwin dan Becky berharap buku ini dapat menjadi panduan bagi setiap generasi agar dapat saling memahami dan menghargai, sehingga tercipta sinergi dari cara komunikasi yang efektif dalam organisasi maupun di mata pemangku kepentingan.


Baca juga: Tipe kepribadian tentukan kesuksesan berkomunikasi

Baca juga: Seberapa kuat seseorang bisa bertahan di zona tak nyaman?

Baca juga: "Understand-inc People" jadi strategi muluskan komunikasi

Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2020