Washington (ANTARA) - Pemerintah Amerika Serikat akan membatasi pemberian visa terhadap pegawai perusahaan teknologi China, Huawei Technologies Co Ltd, karena dicurigai terlibat aksi pelanggaran hak asasi manusia, kata Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo, Rabu (15/7).

Pompeo juga mengatakan perusahaan telekomunikasi lainnya "harus mengetahui mereka kemungkinan masuk daftar pembatasan" jika berbisnis dengan Huawei. Pasalnya, menurut Pompeo, itu menunjukkan mereka "berbisnis dengan pelaku pelanggar HAM".

Ia menyebut pemerintah kemungkinan akan membuat kebijakan lain dalam waktu dekat untuk Huawei. Kebijakan itu bertujuan melindungi data warga AS dari pantauan China.

Pompeo saat jumpa pers mengatakan Kementerian Luar Negeri AS akan membatasi "pemberian visa terhadap beberapa pegawai perusahaan teknologi China seperti Huawei karena menyediakan bantuan material untuk rezim yang terlibat pelanggaran HAM dan kekerasan di berbagai negara dunia".

Ia juga menanggapi rencana Perdana Menteri Inggris Boris Johnson yang ingin mengeluarkan seluruh teknologi Huawei dari jaringan 5G Inggris pada akhir 2027. Pompeo mengatakan "lebih cepat, lebih baik".

Pompeo turut menjawab pertanyaan mengenai rencana AS melarang TikTok, aplikasi sosial media asal China.

"Pemerintah akan serius melindungi data warga AS agar tidak diakses oleh Partai Komunis China, baik lewat TikTok, wadah, aplikasi, atau infrastruktur lain asal China," kata dia.

Dalam pernyataan terpisah, Pompeo menuding Huawei merupakan "perpanjangan tangan dari Partai Komunis China yang mengawasi, menyensor para oposisi politik, serta memungkinkan adanya kamp konsentrasi di Xinjiang yang warga di dalamnya menjalani kerja paksa di berbagai wilayah China".

Namun, Huawei menyangkal pihaknya melakukan aksi mata-mata untuk China. Huawei mengatakan Washington berusaha menjegal bisnisnya karena tidak ada perusahaan AS yang dapat membuat teknologi canggih yang sama dengan harga murah sebagaimana buatan perusahaan China itu.

Seorang juru bicara Huawei menyanggah pernyataan Pompeo.

"Huawei bekerja secara mandiri dan terpisah dari Pemerintah China. Kami adalah perusahaan swasta yang sahamnya dimiliki oleh pegawai. Kami kecewa dengan kebijakan pembatasan visa terhadap pegawai kami karena itu tidak adil dan sewenang-wenang," kata juru bicara Huawei.

Pernyataan terbaru Pompeo yang menyerang China itu disampaikan setelah Presiden AS Donald Trump pada Selasa (14/7) memutuskan mengakhiri perlakuan khusus terhadap Hong Kong. Kebijakan itu bertujuan untuk menghukum Beijing karena "aksi opresif-nya" terhadap daerah bekas koloni Inggris itu. Langkah itu pun kemungkinan akan menuai balasan dari Beijing.

Hubungan AS dan China ada pada titik terendah dalam beberapa tahun terakhir karena dipicu oleh pandemi COVID-19, aktivitas militer China di Laut China Selatan, perlakuan China terhadap muslim Uighur, dan nilai surplus dagang China yang melimpah.

Walaupun demikian, Pompeo mengatakan Washington tetap "berharap" China akan melengkapi persyaratan yang ditetapkan dalam perjanjian dagang Fase 1 dengan AS.

Kesepakatan dagang tahap pertama itu ditanda tangani pada Januari 2020.

"Kita akan melihat perubahan di banyak sektor, mengingat mereka (China, red) telah memperlakukan AS dengan tidak adil untuk waktu yang lama," kata Pompeo.

Dalam sesi jumpa pers, Pompeo juga mengatakan ia akan pergi ke Inggris dan Denmark pada Senin (20/7) untuk kunjungan singkat.

"Ancaman China untuk masyarakat yang bebas di seluruh dunia" akan jadi salah satu agenda utama, sebut Pompeo. Ia menambahkan pihaknya akan membahas masalah Huawei dengan Inggris dan Denmark.

Sumber: Reuters
Baca juga: Huawei mulai lawan teknologi AI milik Amerika Serikat
Baca juga: Amerika Serikat minta Pengadilan Federal tolak gugatan Huawei
Baca juga: Putin dukung China, kritik AS terkait sengketa Huawei

Penerjemah: Genta Tenri Mawangi
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2020