Jakarta (ANTARA News) - Mantan Direktur Penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bambang Widaryatmo, mengancam akan menuntut balik Ary Muladi atas tuduhan pencemaran nama baik karena mengatakan dirinya menerima uang dari Anggodo Widjojo.

Setelah memberi keterangan kepada tim delapan di Gedung Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), Jakarta, Rabu, Bambang mengatakan ia sama sekali tidak mengenal Ary Muladi maupun Yulianto dan membantah menerima uang Rp1 miliar.

"Saya akan menuntut kepada yang bersangkutan sesuai dengan hukum yang berlaku, karena itu merupakan suatu fitnah, pencemaran nama baik untuk diri saya," ujarnya.

Ary Muladi dalam keterangannya mengatakan bahwa ia menyerahkan uang kepada Yulianto di sebuah kafe di Wisma Karya sebesar Rp1 miliar untuk diserahkan kepada Bambang atas perintah Deputi Penindakan KPK Ade Raharja.

Ade yang juga dimintai keterangan oleh tim delapan pada Rabu juga membantah menerima uang dari Anggodo Widjojo melalui Ary Muladi atau Yulianto. Ade bahkan membantah pernah bertemu atau mengenal keduanya.

Dalam keterangan kepada wartawan setelah bertemu Tim delapan, Bambang juga mengungkap beberapa pratik intervensi dari pimpinan KPK.

Ia menuturkan alasan pengembalian penugasan dirinya ke Mabes Polri dari KPK adalah atas perintah Ketua KPK saat itu, Antasari Azhar, karena tidak bisa memenuhi perintah yang didasari kepentingan pimpinan KPK.

Bambang mencontohkan intervensi itu antara lain ketika pimpinan memerintahkan pembatalan penggeladahan suatu kasus di Sumatra Selatan padahal tim penyidik sudah siap di lokasi dan telah memegang surat perintah penggeledahan dari pengadilan.

Terkait kasus Massaro yang melibatkan Anggoro Widjojo dan juga Menteri Kehutanan kala itu MS Kaban, Bambang menjelaskan, penyidik KPK sebenarnya sudah mendapatkan bukti-bukti cukup tetapi tidak dinaikkan ke tingkat penyidikan oleh pimpinan KPK.

"Saya sudah temukan bukti-bukti tetapi tidak diangkat. Sekarang kan baru diangkat menyangkut Massaro, waktu itu kita ingin karena sudah mendapatkan bukti-bukti itu, tapi tidak bisa diangkat ke penyidikan," ujarnya.

Mengenai pencabutan surat pencegahan keluar negeri bagi Djoko Tjandra, Bambang mengatakan, penyidik pada awalnya juga tidak setuju dengan pencabutan itu karena Djoko Tjandra sudah dua kali mangkir dari pemanggilan KPK.

"Antara lain ya seperti itu," ujar Bambang ketika ditanya apakah pencabutan pencegahan itu melanggar prosedur.

Meski mengaku tidak melaporkan dugaan penyalahgunaan wewenang dalam prosedur pencabutan pencegahan itu, Bambang mengatakan, ia memang memberikan keterangan kepada penyidik polisi sesuai dengan fakta-fakta yang diketahuinya.

"Saya termasuk yang diminta keterangan, ya saya berikan apa adanya," ujar Bambang yang kini menjabat Direktur Pengamanan Operasi Khusus Babinkam Mabes Polri itu.

Tim delapan mengaku keterangan yang diperoleh dari Bambang adalah hal baru tentang mekanisme internal KPK yang memang perlu diperbaiki.

Bahkan, Ketua Tim delapan, Adnan Buyung Nasution, mengatakan, keterangan Bambang meski belum diklarifikasi dengan pihak lain bisa memperlihatkan bahwa KPK bukanlah malaikat.

Namun, keterangan Bambang itu tidak sampai bisa mengubah penilaian tim delapan yang menyatakan kasus hukum Bibit dan Chandra tidak cukup alat bukti.

Menurut dia, Tim delapan baru bisa mengubah penilaian apabila sebelum masa kerja tim berakhir pekan depan kepolisian sudah memperoleh bukti baru yang mampu dihadirkan dalam gelar perkara.

"Masalahnya ini tinggal seminggu lagi. Apakah polisi mampu?" tanya Adnan Buyung Nasution.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009