Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah masih menunggu hasil penyelidikan Komite Ahli Pengobatan Filariasis Indonesia (KAPFI) untuk memberikan keterangan pasti mengenai kematian beberapa warga Kabupaten Bandung, Jawa Barat, usai mengonsumsi obat antifilariasis.

"Kita tunggu laporan lengkap dari KAPFI saja. Mungkin dalam hari-hari ini sudah ada," kata Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Tjandra Yoga Aditama di sela pencanangan program akselerasi imunisasi di Kelurahan Utan Panjang, Kemayoran, Jakarta Pusat, Selasa.

Ia hanya menjelaskan, saat ini lebih dari 496 juta orang di 50 negara di dunia mengonsumsi obat antifilariasis untuk mencegah dan mengobati penyakit kaki gajah atau filariasis.

Pengobatan penyakit yang disebabkan infeksi parasit mikrofilaria, yang menular melalui gigitan 23 spesies nyamuk dari genus Anopheles, Culex, Mansonia, Aedes dan Armigeres itu, selama ini juga tidak pernah menimbulkan efek samping menonjol.

"Di Indonesia hampir 20 juta orang, dan selama ini tidak menimbulkan efek samping menonjol," katanya serta menambahkan angka kejadian penyakit kaki gajah (filariasis) di Indonesia masih 19 persen

Menurut ahli epidemiologi I Nyoman Kandun, obat yang diberikan untuk pencegahan dan pengobatan filariasis biasanya terdiri atas Di-Etil Karbamasin Citrat (DEC)--obat yang berkhasiat membunuh cacing dewasa dan anak cacing (mikrofilaria)-- dan albendazol.

Ia menjelaskan, menurut prosedur pencegahan dan penanggulangan filariasis yang direkomendasikan Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO), pengobatan massal dilakukan bila menurut survei epidemiologi kasus filariasis pada penduduk di suatu wilayah melebihi satu persen.

"Efek sampingnya tentu saja ada, tapi selama ini belum ada efek samping menonjol yang terjadi secara konsisten. Kalau ada efek samping membahayakan yang muncul secara konsisten tentu obat itu sudah ditarik," katanya serta menambahkan obat antifilariasis DEC dan albendazole sudah digunakan sejak dia bekerja di Puskesmas tahun 1970-an.

Pengobatan filariasis antara lain bisa menyebabkan efek samping sistemik seperti sakit kepala, sakit tulang/otot, pusing, anoreksia, muntah, demam, alergi serta efek samping akibat reaksi lokal seperti penumpukan cairan limfe, abses, epididimitis hingga hidrokel.

Dia menegaskan, pengobatan massal hanya salah satu cara untuk menanggulangi penyakit kaki gajah. Strategi kunci untuk mencegah penularan penyakit tersebut, lanjut dia, tentu saja pemberantasan vektor atau perantara penyakit, nyamuk penular filariasis.

"Tapi itu kan tidak mudah. Makanya selain pemberantasan sarang nyamuk juga dilakukan pengobatan massal," katanya.

Pada Selasa (10/11) pemerintah Kabupaten Bandung, Jawa Barat, melakukan pemberantasan kaki gajah dengan memberikan obat antifilariasis di daerah dengan kasus kaki gajah.

Namun kemudian sejumlah warga mengeluhkan gejala mual, kejang dan pusing setelah meminum obat antifilariasis sampai harus mendapatkan penanganan medis.

Menurut data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung, jumlah warga yang mendapat perawatan medis karena mual, pusing dan kejang sebanyak 579 orang. Sembilan diantaranya dilaporkan meninggal dunia.
(*)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009