Jakarta (ANTARA) - Departemen Fisika Kedokteran/Kluster Medical Technology IMERI Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI) mengatakan termometer tembak (thermogun) inframerah aman untuk manusia yang dapat digunakan untuk mengecek suhu tubuh manusia pada masa adaptasi kebiasaan baru saat pandemi COVID-19.

"Thermometer inframerah tidak memancarkan radiasi seperti sinar-X dan, karena itu, tidak mempengaruhi sistem saraf termasuk juga tidak merusak retina," kata Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Ari Fahrial Syam dalam keterangan tertulis yang diterima ANTARA, Jakarta, Selasa.

Thermogun merupakan salah satu jenis termometer inframerah untuk mengukur temperatur tubuh yang umumnya di arahkan ke dahi. Alat itu menjadi andalan utama sebagai alat skrining COVID-19 dengan gejala demam.

Alat tersebut tersedia hampir di setiap pintu masuk tempat umum dan perkantoran.

Baca juga: Cek Fakta: Radiasi Thermo Gun dapat merusak jaringan otak?

Baca juga: Ilmuwan UGM kembangkan alat pengukur suhu tubuh dengan pemindai wajah


Pengunjung atau pegawai dengan temperatur di atas 37,5 ℃ dilarang masuk dan diminta untuk memeriksakan diri ke fasilitas layanan kesehatan.

Namun, beberapa hari ini masyarakat diresahkan dengan viralnya video di media sosial yang menyatakan bahwa alat tersebut berbahaya karena dianggap menggunakan laser dan merusak otak.

Ari menuturkan thermogun itu sudah lolos uji kesehatan sehingga sudah diperhitungkan bahwa alat itu aman digunakan untuk skrining COVID-19 dengan gejala demam.

Ari menuturkan alat thermogun untuk skrining temperatur seseorang bekerja dengan menerima pancaran inframerah dari benda, bukan dengan memancarkan radiasi apalagi laser.

Akademisi dan praktisi klinik itu menuturkan sama halnya dengan laser pointer, laser pada thermogun tersebut tidak memiliki efek yang berbahaya pada otak.

Tetapi, laser itu tidak boleh menembak ke mata secara langsung karena dapat merusak retina.

Sebagai alat pengukur suhu untuk indikator kesehatan, thermogun direkomendasikan untuk dikalibrasi minimal satu tahun sekali. Kalibrasi diperlukan agar skrining suhu terjaga akurasinya karena informasi yang salah bisa membuat gagal skrining suhu (positif palsu dan negatif palsu) sehingga membahayakan banyak orang.

Pengukuran temperatur tubuh dengan thermogun tidak bisa dijadikan acuan utama untuk menentukan seseorang menderita COVID-19, karena penderita COVID-19 bisa muncul tanpa gejala demam.

"Kami berharap penggunaan thermogun secara luas di tempat-tempat publik seperti pusat perbelanjaan, perkantoran, dan layanan transportasi publik disertai dengan SOP yang jelas," tuturnya.

Sementara penggunaan thermogun industri untuk mendeteksi temperatur tubuh manusia tidak tepat karena bukan peruntukannya.*

Baca juga: Kamera thermal di area publik lebih direkomendasikan cegah COVID-19

Baca juga: Lapas Rajabasa belum miliki alat pengukur suhu tubuh

Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020