Jakarta (ANTARA News) - Kalangan pelaksana penempatan TKI swasta (PPTKIS) mempertanyakan tewasnya seorang TKI asal Cirebon yang diduga kuat dibunuh oleh majikannya di Kuwait.

"Jenazah telah dimakamkan di sana tanpa sepengetahuan KBRI di Kuwait," kata Ketua Himpunan Pengusaha Jasa TKI (Himsataki) Yunus M Yamani dalam siaran persnya di Jakarta, Senin.

Yunus mendapat sejumlah pertanyaan dari kalangan PJTKI tentang kasus ini. Berdasarkan informasi yang diterimanya, pada 25 April 2009, PT Bidar Timur (BT) mendapat informasi dari mitra kerjanya, Fadel Muhammad Abbas Al-Sharaf Manpower bahwa TKI bernama Royati binti Dakina Karsida, asal Cirebon, Jabar, telah meninggal dunia.

PT BT mempertanyakan kebenaran berita tersebut ke KBRI di Kuwait melalui Atase Ketenagakerjaan, Wisantoro.

Pada 4 Mei 2009, PT BT mendapat informasi melalui faksimili dari KBRI Kuwait yang ditujukan kepada Menteri Luar negeri u.p. Dir. Perlindungan WNI dan BHI dengan No.13B/03/KUWAIT/V/2009 yang isinya menyatakan bahwa betul TKI atas nama Royati telah dibunuh oleh majikannya sendiri.

KBRI menyatakan pihaknya tidak diberitau secara resmi oleh pemerintah Kuwait tentang pembunuhan tersebut dan proses pemakamannya.

Keluarga TKI yang mengetahui peristiwa itu merasa sedih dan meminta agar jenazah Royati dipulangkan ke Indonesia.

KBRI, kata Yunus, menolak penggalian kembali mayat tersebut karena hal itu tabu di Kuwait.

KBRI, kata Yunus, dalam suratnya menawarkan uang diyat sebesar 11.500 Kuwait Dinar (KD) dan membebankan biaya pemberitahuan, mencari informasi, kematian serta pengeluaran biaya penguburan kepada PT BT dengan dalih tanggung jawab PPTKIS sesuai Pasal 73 ayat 2 UU No. 39 tahun 2004.

Sementara, KBRI hanya bertugas melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan dan perlindungan TKI sesuai Pasal 39 ayat 2 UU No.39/2004.

"Kami menyesalkan tewasnya Royati dan menuntut keadilan atas kematian tersebut. Kami ingin pelaku pembunuhan dihukum seberat-beratnya agar memberi efek jera kepada majikan lainnya," kata Yunus.

Dia juga menyayangkan lambannya kinerja KBRI Kuwait dan tidak adanya respon balik dari Deplu, Depnakertrans dan BNP2TKI atas kasus itu.

Yunus juga menjelaskan bahwa pasal 73 ayat 2 UU No.39/2004 yang dikutip dalam surat dari KBRI Kuwait, seharusnya beban tersebut menjadi tanggung jawab majikan yang membunuh atau konsorsium asuransi perlindungan TKI.

Dia juga mengoreksi, bahwa Pasal 39 UU No.39/2004 hanya memiliki satu ayat yang berbunyi segala biaya yang diperlukan dalam kegiatan perekrutan CTKI dibebankan dan menjadi tanggung jawab PPTKIS.

"Tidak ada kata-kata bahwa tugas KBRI hanya melakukan pengawasan terhadap PPTKIS yang termaktub dalam ayat 2," kata Yunus.

Menurut dia, jika kata-kata itu tercantum maka akan bertentangan dengan UU Perlindungan WNI dan BHI karena Deplu dan KBRI wajib melindungi WNI selama berada di luar negeri.

Yunus berharap agar kasus tewasnya Royati diusut tuntas dan dia mengimbau penempatan TKI ke Kuwait dihentikan selama proses pengusutan berlangsung agar menjadi perhatian bagi pemerintah Kerajaan Kuwait.(*)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009