Jakarta (ANTARA News) - Vietnam mendevaluasi mata uangnya "dong" sampai 5,4 persen terhadap dolar AS, dan menaikkan suku bunga satu persen atau 100 basis poin, dalam upaya menekan inflasi dan mengakhiri minggu-minggu penuh ketidakpastian yang merusakkan sekaligus menekan nilai mata uang, demikian harian ekonomi Inggris, The Financial Times, Kamis.

Padahal berminggu-minggu lamanya, pemerintah bertekad untuk tidak menyerah kepada tekanan yang ujung-ujungnya mendevaluasi mata uang dong.

"Vietnam tidak akan mendevaluasi mata uang kami. Kami akan mengambil langkah yang hati-hati dalam kebijakan moneter kami," kata Presiden Vietnam Nguyen Minh Triet dalam satu seminar di Singapura, pekan lalu.

Para analis pasar uang bertanya-tanya apakah pasar mengapresiasi langkah Vietnam itu dengan tetap memegang dong, atau sinyal pemerintahan itu malah ditangkap sebagai bakal terus melemahnya ekonomi Vietnam.

"Keputusan (devaluasi) itu menantang lebih jauh kredibilitas bank sentral. Risikonya adalah bahwa investor lokal tidak terlalu mempedulikan komentar-komentar para pejabat berikutnya yang justru akan memperburuk tekanan devaluasi mata uang," kata Tai Hui, ekonom pada Standard Chartered Bank, dalam satu catatan analisisnya.

Dong Vietnam menghadapi tekanan hebat dalam minggu-minggu belakangan ini menyusul melonjaknya inflasi dan tekanan domestik yang didorong oleh program stimulus ekonomi senilai 8 miliar dolar AS untuk mengatasi defisit transaksi berjalan 2 miliar dolar AS per bulan.

Di pasar gelap, dong diperdagangkan pada kisaran 19.800 per dolar AS, Selalu lalu, namun kemudian menguat lagi pada 19.500 per dolar AS setelah pemerintah mengambil langkah devaluasi.

Pemerintah Vietnam, Rabu kemarin, memangkas nilai mata uangnya yang diambangkan terkendali terhadap dolar dari 17.034 menjadi 17.961 per dolar AS, sementara pada saat bersamaan mempersempit volume perdagangan valas harian dari 5 persen menjadi hanya 3 persen

Vietnam juga menaikkan suku bunga acuan dari 7 persen menjadi 8 persen.

Langkah devaluasi dan menaikkan suku bunga ini diambil setelah pasar keuangan tutup, namun indeks saham gabungan Ho Chi Minh Stock Index terlanjur jatuh 4,5 persen akibat rumor kenaikan suku bunga.

Para analis yakin langkah pemerintah Vietnam itu akan bermanfaat dalam jangka menengah. "Saya kira langkah itu positif, karena memupus beberapa ketidakpastian, dan pasar memang tidak menyukai ketidakpastian," kata Kevin Snowball, CEO pada PXP Vietnam Asset Management.

"Kedua langkah itu secara politik merupakan manuver yang sulit, mengingat ketidakmenentuan-ketidakmenentuan tengah menyelimuti kekuatan pemulihan ekonomi," kata Benedict Bingham, kepada perwakilan Dana Moneter Internasional (IMF) di Vietnam.

"Mereka telah memutuskan bahwa perdebatan mengenai prioritas-prioritas (ekonomi) telah sampai pada kesimpulan akhir dan keputusan yang mereka buat itu menyiratakan bahwa mereka ingin menyingkirkan problema-problema makro ekonomi secara jangka pendek," kata Bingham.

"Itu tergantung kepada bagaimana para investor Vietnam menjawab sinyal (pemerintah) ini. Saya kira pasar Vietnam akan mencerna langkah pemerintah itu selama seminggu atau bahkan mencoba dan menguji apakah komitmen pemerintah itu serius," lanjutnya.

Bingham yakin bahwa sebagian dari masalah di balik ini semua adalah tiadanya aksi tegas dari pemerintah beberapa minggu terakhir telah ditafsirkan pasar sebagai ketidakmenentuan.

Produk Domestik Bruto (PDB) Vietnam diperkirakan tumbuh 5 persen tahun ini. Inflasi pada November ini bertenger pada 4,4 persen, dan bisa naik menjadi 6 atau 7 persen pada akhit tahun ini, kata Prakriti Sofat, ekonom pada Barclays Capital di Singapura, seperti dikutip New Yor Times.

Sofat menyebut ekonomi Vietnam tengah mencapai mementum, berkat langkah bank sentral sebelumnya memangkas suku bunga hingga total 7 persen dan paket stimulus senilai 8 miliar dolar AS.

"Saya kira negara itu masih bisa mengetatkan ekonominya lagi tanpa mengganggu pertumbuhan." kata Sofat.

Dia memperkirakan Vietnam akan menaikkan beban pinjangan (cost of borrowing) hingga 2 persen, lewat dua langkah, salah satunya bakal diambil akhir tahun ini.

Para ekonom memperkirakan Korea Selatan, Taiwan dan China, adalah diantara negara-negara Asia yang akan mengikuti Vietnam dalam menaikkan suku bunganya tahun ini.

Sementara Australia, Norwegia dan Israel, yang ekonomimnya tumbuh mirip-mirip Asia, telah menaikan suku bunga dalam beberapa bulan terakhir.

China sendiri telah mendorong bank-bank BUMN menahan diri untuk menyalurkan kredit sebagai bagian dari upaya negara itu memperlambat hal yang dilihatnya sebagai naik tajamnya harga asset. (*)


Sumber: Financial Times dan New York Times/ Jafar Sidik

Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009