Mataram (ANTARA) - Polresta Mataram, Nusa Tenggara Barat, berhasil menggagalkan pengambilan paksa jenazah positif COVID-19, berinisial MR (34 tahun) asal Telagawaru, Kabupaten Lombok Barat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Mataram.

Kapolresta Mataram Kombes Pol Guntur Herditrianto yang berada di lokasi, Senin, mengatakan, pihaknya tidak akan membiarkan upaya pengambilan paksa jenazah COVID-19.

"Tidak ada pengambilan paksa jenazah COVID-19 di RSUD Kota Mataram, kami tidak akan biarkan siapa pun yang ingin mengambil paksa jenazah COVID-19," katanya seusai menggagalkan upaya pengambilan paksa jenazah di RSUD Kota Mataram.

Baca juga: Kembali, jenazah pasien COVID-19 dijemput paksa di RSUD Mataram

Menurutnya, sebelum dinyatakan meninggal dunia, MR dirawat di RSUD Kota Mataram sejak hari Sabtu (25/07/2020). Pasien dirawat dengan keluhan sesak napas dan gangguan ginjal.

Terhadap pasien langsung dilakukan swab dan dua hari setelahnya hasil swab ke luar dengan status positif COVID-19 kemudian dialihkan ke ruang isolasi. Setelah berjuang melawan sakitnya, MR tidak tertolong dan dinyatakan meninggal dunia Senin dini hari (27/07/2020) sekitar pukul 03.30 Wita.

Namun, keluarga pasien dari Telagawaru, Kabupaten Lombok Barat, tidak percaya MR meninggal dunia karena COVID-19. Ratusan warga beramai-ramai mendatangi RSUD Kota Mataram sekitar pukul 07.40 Wita.

Warga datang untuk mengambil paksa jenazah MR dan mereka menuntut RSUD menyerahkan jenazah MR. Warga juga bermaksud untuk memakamkan MR tanpa protokol COVID-19.

Akan tetapi, anggota Polresta Mataram langsung siaga dengan menurunkan personel tambahan di pos pengamanan RSUD Kota Mataram yang sebelumnya sudah disiagakan. Tapi kesepakatan gagal dicapai.

Baca juga: Mendagri klarifikasi pernyataan penanganan jenazah COVID-19

Kepolisian bertindak tegas dengan menghalau puluhan warga untuk ke luar dari halaman rumah sakit dan upaya pengambilan paksa pun digagalkan petugas.

"Tidak ada yang kita berikan untuk pengambilan paksa jenazah COVID-19. Kita sudah tegaskan itu," katanya.

Meski demikian, kepolisian tetap menjaga perasaan keluarga, kepolisian dan rumah sakit mengizinkan 10 orang anggota keluarga untuk menghadiri proses pemakaman jenazah.

Sebanyak 10 orang perwakilan keluarga ini dibekali alat pelindung diri (APD) untuk pengamanan saat memakamkan keluarganya.

"Karena harus dimakamkan sesuai protokol COVID-19, hanya ada 10 orang keluarga yang diberikan APD. Kita kawal juga jenazahnya sampai ke rumah duka. Kita turunkan personel Sabhara dengan tujuan jangan sampai ada pengambilan paksa jenazah di tengah jalan," katanya.

Kapolresta dengan tegas menyampaikan, warga masyarakat untuk jangan lagi memaksakan kehendak menjemput paksa jenazah pasien COVID-19, sebab selain berpotensi menularkan penyakit, juga berpotensi melanggar hukum.

"Ini bukan apa-apa ya. Yang kena dampaknya juga masyarakat sebab bisa menularkan COVID-19," katanya.

Di sisi lain, pihaknya juga siap menindak tegas dan memproses hukum pihak yang mengambil paksa jenazah COVID-19.

"Siapa pun yang melakukan dan menyuruh melakukan pengambilan paksa jenazah COVID-19, bisa tindak, tangkap dan proses. Kepada masyarakat juga jangan coba-coba untuk mengambil paksa jenazah COVID-19," katanya.

Baca juga: Klarifikasi Anji soal komentar foto jenazah pasien COVID-19
 

Pewarta: Nirkomala
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2020