Palembang (ANTARA News) - Kampanye penggunaan kondom (kondomisasi) yang digalakkan untuk mencegah HIV/AIDS dituding Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) sebagai pintu masuk perilaku seks bebas di kalangan remaja.

Pengunaan kondom untuk hubungan seks mutlak dilakukan dalam ikatan pernikahan atau suami-istri, kata Renny Kurniawati, Humas Muslimah HTI di Palembang, Ahad.

Muslimah HTI pada perbincangan (talkshow) bertema "Bebaskan Remaja dari HIV/AIDS dan Perilaku Seks Bebas" itu menyatakan keprihatinan terhadap peningkatan laju penularan HIV/AIDS di dunia termasuk Indonesia yang kian meningkat.

"Program penanggulangan HIV/AIDS selama ini, tidak menyentuh pada akar persoalan yang sesungguhnya," kata Renny Kurniawati.

Renny mengatakan, kegiatan talkshow ini merupakan agenda nasional yang diselenggarakan seluruh muslimah HTI di Indonesia menjelang peringatan Hari HIV/AIDS se-Dunia pada 1 Desember mendatang.

Menurut dia, akibat upaya penanggulangan HIV/AIDS yang tidak mengacu pada akar permasalahan, menjadikan pemberantasan penyebaran virus yang antara lain timbul akibat hubungan seks di luar nikah itu tidak tuntas.

Akibatnya di Indonesia hingga Juni 2009, secara kumulatif tercatat 17.699 kasus AIDS atau delapan kali lipat angka di tahun 2007, yaitu 2.947 kasus.

"Data yang menimbulkan kekhawatiran kami adalah 79,6 persen dari 298.000 orang dengan HIV/AIDS terdapat pada kelompok usia 20-39 tahun. Bahaya kehilangan generasi muda bangsa ini, akan menghadang Indonesia apabila penularan HIV/AIDS terus terjadi seperti sekarang ini," katanya.

Ia mengingatkan, guna menekan tingkat penyebaran HIV/AIDS, di setiap daerah perlu dilakukan sosialisasi mengenai bahaya virus mematikan tersebut dengan melibatkan pelajar dan ibu-ibu, agar senantiasa mengawasi anaknya dari perilaku seks bebas atau pecandu obat-obatan terlarang.

Eti Sudarti Adillah, Ketua Muslimah PDP I HTI Sumsel mengatakan, berbagai program pencegahan pada strategi nasional penanggulangan HIV/AIDS, seperti kondomisasi, substitusi metadon, dan pembagian jarum suntik steril serta hidup sehat bersama ODHA (Orang dengan HIV/AIDS), dinilai belum efektif.

"Upaya itu tidaklah mampu melawan penyebaran HIV/AIDS, bahkan justru dapat mempertahankan keberadaan penyebaran virus ini tetap ada di.sekeliling masyarakat kita," ujar dia.

Menurut Eti, kondomisasi tidak akan berhasil memutus mata rantai penularan HIV/ AIDS, mengingat kemampuan kondom untuk mencegah penularan virus tersebut ternyata mengandung kebohongan dan bahaya besar.

"Hal ini ditunjukkan bahwa kondom terbuat dari bahan dasar latex atau karet, yakni senyawa hidrokarbon dengan polimerisasi yang berarti memiliki serat dan berpori-pori. Dengan mikroskop elektron, terlihat tiap pori berukuran 70 mikron atau 700 kali lebih besar dari ukuran HIV-1 yang hanya berdiameter 0,1 mikron," katanya.

Ia menambahkan, kondomisasi juga merupakan pintu masuk perilaku seks bebas di kalangan masyarakat, mengingat pada kampanye penggunaan kondom itu tidak menyebutkan hubungan seks mutlak dilakukan dalam ikatan pernikahan.

"Akan tetapi yang diserukan adalah anjuran menggunakan kondom dalam melakukan seks biar aman, sehingga kondomisasi tidak terbukti mampu mencegah penyebaran HIV/AIDS," kata dia lagi.

Dia mengingatkan pula bahwa pengesahan pembagian jarum suntik steril dan subsitusi metadon bagi penyalahguna narkoba suntik, hanya akan menambah korban pengidap HIV/AIDS.

Menurut dia, substitusi itu adalah pengganti opiat (heroin) dengan

zat yang masih merupakan sintesis dan turunan opiat itu sendiri, misalnya metadon, buphrenorphine HCL, tramadol, codein, dan zat sejenis lainnya.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009