Bogor (ANTARA News) - Posisi pelabuhan di Indonesia yang hanya menjadi "feeder port" negara tetangga menyebabkan Indonesia kehilangan belasan miliar dolar AS setiap tahun dari industri jasa pelayaran, kata Kepala Humas Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL) Institut Pertanian Bogor (IPB) Rahmi Purnomowati.

Wacana itu, katanya di Bogor, Rabu, berkembang pada Lokakarya Antarbangsa III bertema "Port Management" yang diselenggarakan oleh PKSPL-IPB, Inwent Capacity Building Internasional, Jerman, dan "Bremenports" Jerman, di Jakarta.

Kegiatan tersebut berlangsung sejak 7 Desember dan akan berakhir pada 11 Desember 2009 dan diikuti para pemangku kepentingan kepelabuhanan dari Indonesia seperti perwakilan dari Ditjen Perhubungan Laut, Administrator Pelabuhan di daerah, dan Pelindo, serta wakil dari negara tetangga Timor Leste.

Ia menjelaskan, dalam pertemuan itu dirujuk data dari Bank Indonesia yang mencatat bahwa Indonesia kehilangan rata-rata 13 miliar dolar AS setiap tahunnya pada industri bisnis pelayaran dengan permasalahan klasik dimana sebanyak 94 persen transportasi di dominasi oleh kapal asing.

Berdasarkan hal tersebut, katanya, maka perlu dilakukan "re-inventing" pengelolaan pelabuhan di Indonesia dalam kerangka bisnis, yaitu meningkatkan kualitas pelayanan, membangun jasa-jasa baru sesuai kebutuhan pengguna, mencapai tujuan dan "port performance indicator", dan mengelola informasi secara efektif.

Sementara itu, Kemal Heryandri dari Departemen Perhubungan RI mengatakan bahwa pemerintah mempunyai kebijakan nasional dalam pembangunan pelabuhan jangka panjang, yaitu menurunkan disparitas ekonomi antarwilayah, membangun 25 pelabuhan strategis, meningkatkan daya saing pelabuhan nasional menuju pelabuhan berskala internasional, meningkatkan efisiensi dan profesionalisme pengelolaan pelabuhan, dan mendukung otonomi daerah.

Lebih lanjut ia mengatakan, terkait dengan desentralisasi pengelolaan pelabuhan diperlukan beberapa pemikiran, diantaranya pertama, kajian tata kelembagaan baru mengenai koordinasi pusat dan daerah.

Kedua, pembangunan sumberdaya manusia (SDM) dalam pengelolaan pelabuhan terkait dengan UU No. 17/2008 dan PP No. 61/2009.

Ketiga, perencanaan pelabuhan, operasi, dan kapaitas pengelolaan yang diberikan kepada pemerintah daerah, dan keempat, alokasi anggaran pemerintah daerah untuk operasi pelabuhan, serta peningkatan infrastruktur pelabuhan dan kapasitas penanganan kargo.

Sedangkan Sekretaris Eksekutif PKSPL-IPB Dr Ir Luky Adrianto menjelaskan bahwa kegiatan lokakarya itu tidak hanya berbicara mengenai teknis pelabuhan "an sich", melainkan bagaimana membangun pelabuhan hijau (green port) dalam kerangka "Integrated Coastal Management".

"Hal ini sangat penting, selain karena `trend` pengelolaan `green port` di dunia, juga dalam rangka mewujudkan pembangunan berkelanjutan di wilayah pesisir dan laut," katanya.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009