Jakarta (ANTARA) - Salah satu aksi nasional terluas dalam sejarah demonstrasi negeri ini, unjuk rasa memperingati Hari Antikorupsi Sedunia, berakhir dengan tertib, kecuali di Makassar yang berujung anarkisme.

Di Jakarta, unjuk rasa yang berpusat di Monumen Nasional, dihadiri ribuan massa dari berbagai elemen masyarakat.

Mereka membacakan Piagam Indonesia Bersih 2009 yang salah satu butirnya adalah meminta pemberantasan korupsi dimulai dari lembaga eksekutif tertinggi di Indonesia.

"Pemberantasan korupsi harus dimulai dari Istana," kata penggagas Gerakan Indonesia Bersih (GIB) Effendi Ghazali, membacakan piagam itu, dan segera diikuti pimpinan kelompok yang mengikuti aksi damai itu.

Mereka meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan para pejabat negara segera mengklarifikasi harta kekayaannya secara transparan.

Selain desakan kepada institusi presiden, Piagam Indonesia Bersih juga berisi ikrar bahwa Indonesia harus bersih dari korupsi dan tidak cukup hanya dengan pidato antikorupsi, menolak berbagai upaya melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan menuntut pengusutan kasus korupsi pada skandal Bank Century.

Sejumlah organisasi massa hadir dalam acara itu, antara lain Gerakan Indonesia Bersih, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Pemuda Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU), Forum 77-78, Pro Demokrasi dan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah.

Aksi damai itu dihadiri berbagai tokoh lintas agama, lintas sosial dan lintas politik, diantaranya Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin, mantan anggota DPR Ali Mochtar Ngabalin dan artis asal Papua, Edo Kondologit, yang kini menjadi salah satu kader PDI Perjuangan.

Perwakilan pemuka agama Islam, Konghuchu, Kristen, Katholik, Hindu, dan Buddha juga ikut membacakan deklarasi.

Di sejumlah daerah, sebagaimana pula terjadi di Jakarta, unjuk rasa memperingati Hari Antikorupsi juga berlangsung tertib.

Namun, ada peristiwa mengenaskan di Jakarta, yaitu meninggal dunianya Ketua Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi (GNPK) Cabang Pemalang Andi Faralay (31) saat berjalan kaki bersama pengunjuk rasa lainnya, menuju Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta Pusat.

"Saat menuju HI, tiba-tiba Andi terkapar pingsan. Selang beberapa saat, Andi meregang nyawa," kata Kepala Pusat dan Pendidikan GN-PK, Basri Busi Utomo, menuturkan kronologi tragedi yang menimpa Andi.

Di Sidoarjo, Jawa Timur, tepatnya depan Kantor Kejaksaan Negeri Sidoarjo, secara simpatik massa membagikan stiker berisi ajakan dan seruan tidak melakukan korupsi.

Sedangkan di Bandung, Jawa Barat, doa dan salawat mengiringi unjuk rasa ribuan orang di depan kantor Gubernur Jawa Barat.

Masyarakat mengemukakan berbagai tuntutan, namun mereka juga memanjatkan doa agar pemerintah bisa mengemban amanah rakyat dengan baik tanpa dikotori korupsi.

Sebelum berdoa, massa yang didominasi buruh dan petani ini melantunkan salawat.


Tikus

Di Palu, Sulawesi Tengah, sekitar 1.500 mahasiswa dari Universitas Tadulako (Untad) menuntut hukuman mati terhadap koruptor. Mereka mengusung spanduk, pamflet dan membagikan selebaran dan stiker kepada masyarakat.

Berbeda dari daerah lain, di Palu, kepala eksekutif, yaitu Walikota Palu Rusdi Mastura ikut berorasi menyikapi Hari Antikorupsi Sedunia.

Rusdi menyatakan dukungannya terhadap pemberantasan korupsi di Tanah Air, termasuk di wilayahnya.

Di situ, massa sempat memaksa masuk ke Kantor Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah, dan terjadilah saling dorong yang mengakibatkan Kepala Bagian Operasional Polres Palu, AKP Rahmat Budi Handoko terkena bogem mentah pendemo.

Di Bandar Lampung, unjuk rasa antikorupsi dipusatkan di Tugu Adipura. Demonstran menuntut penuntasan sejumlah kasus korupsi.

Sementara di Papua, Kapolda Papua Irjen Pol Bekto Soeprapto malah ikut menari bersama ratusan pengunjuk rasa usai peringatan Hari Antikorupsi di halaman Mapolda Papua di Jayapura, Rabu. Kapolda dan sejumlah pejabat Polda menari Yosin Pancar (Yospan).

Di hadapan demonstran, Bekto menyatakan sangat berterimakasih kepada besarnya perhatian yang ditunjukkan masyarakat Papua dalam kampanye pemberantasan korupsi di Tanah Papua.

"Ini akan membuat pihak Polda lebih bersemangat dalam memberantas korupsi," katanya.

Saling dorong antara polisi dan demonstran juga terjadi di Serang, Banten, ketika massa memaksa masuk ke kantor Kejaksaan Tinggi Banten. Demonstran juga membakar spanduk plastik, namun kejadian itu tidak sampai berujung dengan keributan.

Lain lagi dengan Palembang. Massa dari Front Rakyat Menggugat (FRM) Sumatra Selatan memotong seekor tikus sebagai simbol anti koruptor.

Maassa FRM berjumlah ratusan orang dan merupakan gabungan dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Sumatra Selatan, Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND), Serikat Rakyat Miskin Indonesia (SRMI) dan Partai Rakyat Demokratik (PRD), Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI).

Tikus pertama yang menjadi simbol koruptor tersebut dipotong di bundaran Pasar Cinde, Palembang. Hewan pengerat itu menjadi simbol koruptor yang harus diberantas sehingga Indonesia menjadi negara yang bebas korupsi dengan mengusut tuntas dan memberikan hukum paling berat kepada koruptor.

Di Kantor Gubernur Sumatera Selatan, massa meminta perwakilan Gubernur untuk ikut memotong tikus sebagai bentuk komitmen pemerintah mendukung pemberantasan korupsi di daerah itu.

Di Surabaya, sekitar 5.000 orang dari berbagai elemen masyarakat Jawa Timur mengepung Gedung Negara Grahadi Surabaya, menyerukan aksi perlawanan terhadap korupsi.

Mereka juga membawa tikus putih berkalung uang.

"Tikus putih ini kami gambarkan sebagai seorang koruptor yang juga merupakan kaum kapitalis yang hanya mengeruk uang rakyat demi kepentingannya sendiri," kata Koordinator Komite Perhimpunan Rakyat Pekerja, Hadi, dalam orasinya.


Rusuh

Berbeda dari daerah-daerah di Indonesia lainnya, unjuk rasa memperingati Hari Antikorupsi 9 Desember di Makassar berakhir ricuh.

Restoran cepat saja, Kentucky Fried Chicken (KFC), di jalan Dr Ratulangi, kota itu, menjadi sasaran lemparan batu. Tak urung, karyawan dan pengunjung restoran panik untuk kemudian segera menyelamatkan diri.

Polisi masih menjaga restoran rusak itu, sekaligus melakukan identifikasi di situ.

Perusakan terjadi saat massa usai menggelar unjuk rasa di kantor DPRD dan Gubernur Sulawesi Selatan.

Sebelum aksi anarkis itu terjadi, massa sudah lebih dahulu bentrok dengan polisi di depan kantor Gubernur karena hendak memaksa masuk ke gedung pemerintahan tertinggi di provinsi itu.

Massa melempari polisi dengan batu sementara aparat membalasnya dengan gas air mata dan semprotan air.

Situasi semakin panas, setelah massa mencurigai polisi menangkap seorang pengunjukrasa.

Untuk menenangkan massa, Kapolda Sulsel Irjen Pol Adang Rochjana turun langsung ke lokasi untuk bernegosiasi, namun Adang malah nyaris terkena batu.

Massa akhirnya membubarkan diri setelah gagal berdialog dengan Gubernur Syahrul Yasin Limpo yang kabarnya sedang berdinas di luar kota. (*)

Oleh Santoso
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009