Kopenhagen (ANTARA News) - Perundingan di KTT ke-15 Perubahan Iklim UNFCCC dilanjutkan dengan sesi pertemuan informal setelah sempat terhenti karena kelompok negara 77 meminta komitmen yang lebih jelas dari negara maju.

Sekjen Konvensi Badan Dunia untuk Perubahan Iklim (UNFCCC) Yvo de Boer dalam jumpa pers disela-sela COP-15 di Kopenhagen, Senin mengatakan Presiden COP Connie Hedegaard akan melakukan pertemuan konsultasi informal ketua delegasi atau menteri dari seluruh negara peserta COP.

Pertemuan konsultasi informal Presiden COP dengan negara-negara peserta tersebut mengagendakan mengenai komitmen negara maju untuk memotong emisi Gas Rumah Kaca (GRK) yang lebih besar sampai 2020 dan mengenai pembiayaan untuk penanganan perubahan iklim.

Yvo mengatakan negara berkembang (G77) meminta kepada negara maju untuk komitmen tahap kedua Protokol Kyoto yang lebih jelas dan lebih tegas.

Dia memprediksikan perundingan akan kembali normal ke jalurnya pada Senin sore.

"Banyak sekali negara-negara utama disini yang menginginkan keberlanjutan dari Protokol Kyoto. Saya tidak akan pedulikan bila ada negara yang mencoba untuk memblok sesuatu," katanya.

Sedangkan Anggota Delegasi RI (Delri) yang juga Kepala Sekretariat Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) , Agus Purnomo mengatakan G77 menghentikan perundingan di COP-15 karena adanya tekanan dari kelompok negara maju.

"Negosiasi sempat berhenti karena negara berkembang yaitu kelompok G77 merasakan tekanan yang cukup kuat dari negara maju untuk menggabungkan perundingan di AWG-LCA dan AWG-KP," kata Agus Purnomo yang lebih akrab dipanggil Pungki.

AWG-LCA (Ad Hoc Working Group on Long-term Cooperative Action under the Convention) atau Pokja Ad-hoc untuk Kerjasama Jangka Panjang merupakan perundingan dari negara-negara peserta Konvensi Badan Dunia untuk Perubahan Iklim (UNFCCC) yang membahas kerjasama jangka panjang untuk menangani perubahan iklim.

Sedangkan AWG-KP (Ad Hoc Working Group on Further Commitments for Annex I Parties under the Kyoto Protocol) merupakan perundingan dari negara-negara UNFCCC yang meratifikasi Protokol Kyoto untuk membahas komitmen tahap kedua yang dimulai 2013.

Oleh karena itu G77 meminta agar dibuat prioritas perundingan pada AWG-KP diutamakan atau diselesaikan dulu, baru dilanjutkan perundingan di AWG-LCA.

"Ada reaksi dari negara maju tidak setuju terhadap usulan dari negara berkembang. Bila memang perundingan dilakukan pada dua trek (AWG-LCA dan AWG-KP) maka dilakukan bersamaan saja," jelas Pungki.

Sebelumnya pada Senin pagi, negara-negara Afrika memprotes dan menuduh negara-negara kaya berusaha untuk membunuh Protokol Kyoto agar tidak berkewajiban menurunkan emisi GRK mereka.

Kelompok negara 77 juga menunda perundingan COP dan meminta negara maju harus berkomitmen untuk menargetkan penurunan emisi GRK mereka lebih banyak dibawah kewajiban Protokol Kyoto sampai 2020.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009