Kendari (ANTARA News) - Sekitar 30 mahasiswa yang menamakan diri Majelis Prorakyat dan berunjukrasa Kanwil Depag Sulawesi Tenggara, Kamis, terlibat bentrok dengan staf perempuan kantor tersebut.

Insiden itu bermula dari salah seorang mahasiswa yang kesal karena aspirasinya hanya diterima oleh staf perempuan yang bekerja sebagai respsionis di Kanwil Depag Sultra.

Salah seorang mahasiswa mendorong staf perempuan itu hingga terjatuh, yang menyebabkan staf tersebut berang dan memukul mahasiswa yang mendorongnya.

Bentrokan tak dapat dielakkan lagi, ketika ketiga rekannya yang juga perempuan, menyerang mahasiswa dengan pukulan. Mahasiswa pun memberikan balasan hingga suasana di depan kantor Depag gaduh.

Aparat Kepolisian yang berada di lokasi itu berusaha melerai dan meminta mahasiswa menghentikan aksinya. Begitu pula satpam Depag dan staf pria lainnya ikut membela instansinya dan mengusir para pengunjuk rasa itu.

Bentrokan akhirnya mereda setelah mahasiswa menghentikan aksi unjuk rasanya dan beralih menuju ke kantor Kejaksaan Tinggi Sultra yang bersebelahan dengan Kanwil Depag.

Abdillah Munawir yang bertindak sebagai Koordinator Aksi memberikan orasinya di kantor Kejati Sultra, antara lain mendesak kejati memeriksa Kepala Kanwil Depag Sultra, Abdul Muis, yang diduga terlibat dalam dugaan kasus penyalahgunaan anggaran pengadaan peralatan marching band sekolah di bawah naungan Depag.

"Kasus ini merugikan negara juga, dan nilainya miliaran rupiah, tetapi kenapa sampai saat ini Abdul Muis selaku kepala kantor yang tentu saja kami nilai terlibat, belum ditindak. Ada apa sebenarnya dengan kasus ini," ujar Munawir.

Munawir juga akan menyatakan mosi tidak percaya pada lembaga penegak hukum itu jika hingga akhir tahun ini belum juga memproses dugaan kasus korupsi di instansi yang seharusnya memberikan pencerahan bagi para koruptor.

Aksi itu berakhir tanpa diterima oleh pejabat di Kejati Sultra, sebab Kepala Kejati Sultra serta beberapa asistennya tengah mengikuti rapat kerja di Jakarta.

Di lain pihak, Humas Kanwil Depag Sultra, Arham yang ditemui usai bentrokan itu mengaku lelah dengan aksi unjuk rasa.

"Kami juga merasa terganggu dengan aksi-aksi itu, selama tahun 2009 ini kami telah menerima aksi serupa kurang lebih sebanyak 34 kali, sehingga cukup mengganggu kinerja kami," katanya.

Ia berharap, masyarakat dapat menyerahkan kasus itu kepada lembaga penegak hukum agar diproses sesuai dengan aturan yang berlaku.
(*)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009