Pada puncaknya, bisa terlihat hingga 15 meteor per jam
Jakarta (ANTARA) - Peneliti astronomi dan astrofisika pada Pusat Sains Antariksa Lembaga Penerbangan dan Antariksa (Lapan) Rhorom Priyatikanto mengatakan hujan meteor Perseid biasa terjadi antara 17 Juli hingga 24 Agustus setiap tahun.

"Puncak hujan meteor Perseid terjadi tanggal 11 Agustus. Pada puncaknya, bisa terlihat hingga 15 meteor per jam bila dilihat belahan bumi utara," kata Rhorom saat dihubungi ANTARA, Jakarta, Rabu.

Rhorom menuturkan bila diamati di daerah ekuator, intensitas hujan meteor jauh lebih rendah.

Hujan meteor tersebut terjadi ketika Bumi melewati jejak komet Swift-Tuttle yang banyak berisikan debu dan kerikil antariksa.

Sebagian masuk ke atmosfer dan terbakar sehingga tampak sebagai jejak cahaya di langit.

"Gambarannya seperti kalau kita naik mobil melewati sekawanan kutu yang beterbangan di atas jalan," ujar Rhorom.

Rhorom mengatakan beberapa meteor berukuran besar seperti bongkahan sehingga tidak habis terbakar di atmosfer atas. Meteor ini bisa jatuh di permukaan Bumi dan menimbulkan ledakan.

"Ada juga yang meledak di udara sehingga terdengar dentumannya," tuturnya.

Rhorom menuturkan hujan meteor tidak berbahaya, kecuali bila ada meteoroid yang berukuran terlalu besar.

Baca juga: Hujan meteor Perseid dapat disaksikan di seluruh wilayah Indonesia

Baca juga: Hujan meteor Perseid hiasi langit malam 11-12 Agustus

Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2020