Kopenhagen (ANTARA News/AFP) - Sekelompok besar negara-negara berkembang, Sabtu, menyebut draft kesepakatan iklim Kopenhagen sebagai "yang terburuk dalam sejarah" dan mengisyaratkan akan memblok kesepakatan itu.

Lumumba Stanislas Dia-ping dari Sudan, ketua Grup 77 dan China yang beranggotakan 130 negara miskin, menuduh Amerika Serikat dan tuan rumah Denmark menginnjak-injak hak negara-negara miskin.

"Peristiwa hari ini benar-benar menunjukkan perkembangan terburuk dalam negosiasi perubahan iklim dalam sejarah," kata Dia-ping kepada para wartawan.

"Kesepakatan itu mengunci negara berkembang dan kaum miskin di negara berkembang dalam siklus kemiskinan selamanya."

Namun mesti dicermati lagi apakah Dia-ping mampu menarik dukungan semua negara berkembang, manakala sejumlah pemimpin kunci termasuk China, India dan Afrika Selatan secara pribadi telah bernegosiasi dengan Presiden AS Barack Obama.

KTT 194 negara dijadwalkan dimulai Sabtu pagi ini (Sabtu siang WIB) untuk mengkaji ulang kesepakatan yang dinegosiasikan antara negara kaya dan negara berkembang.

Di bawah ketentuan Kerangka Konvensi Perubahan Iklim PBB (UNFCCC) yang menjadi rujukan pertemuan Kopenhagen, semua kesepakatan harus diterima secara konsensus.

Dia-ping mengatakan Sudan tidak menyetujui konsensus, namun menolak mengatakan dengan terang mengenai apakah delegasinya akan berupaya memblok rancangan kesepakatan iklim itu.

Sepanjang konferensi Dia-ping mengeluhkan negara-negara besar yang mengungkapkan kesepakatan rinci di balik pintu tertutup, bukan lewat panel, yang didominasi oleh pidato para pemimpin dunia.

Bolivia juga mengkritik proses tersebut.

"Bagaimana mungkin 25 atau 30 negara mengeluarkan kesepakatan yang mengesampingkan mayoritas dunia yang terdiri dari lebih 190 negara?" kata Pablo Solon, Duta Besar Bolivia untuk PBB.

"Kami telah berunding selama berbulan-bulan membahas salah satu krisis paling serius di masa kita dan kini suara kami tak dipertimbangkan sama sekali?" tanya Solon.

Para pejaba AS dan Uni Eropa menjawab bahwa terlalu sulit menyelenggarakan negosiasi yang efisien dengan sekitar 200 negara di mana diskusi seringkali menghambat proses perundingan. (*)

Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009