Jakarta (ANTARA) - Masyarakat kuno yang hidup dalam kurun waktu 1000 tahun di Daerah Aliran Sungai Batanghari di Jambi memiliki karakter hydraulic society yang tinggal di lingkungan air, kata arkeolog Universitas Indonesia Junus Satrio Atmodjo.

Mereka, menurut Junus, tidak mengenal pertanian di tanah seperti di Pulau Jawa atau cangkul, tetapi mengenal sistem mata angin dan bintang.

Junus dalam webinar Pemukiman Kuno di DAS Batanghari yang diakses dari Jakarta, Rabu, mengatakan karakter sebagai hydraulic society tersebut ada di masyarakat kuno Batanghari yang memiliki ciri khas sama, hidup di depan sungai dan di bagian belakang rumahnya berupa rawa.

"Mungkin rawa menjadi lahan pertanian basah mereka, tidak seperti di Jawa. Maka jenis padi yang mereka tanam juga berbeda dengan di Jawa," ujar Junus.

Baca juga: Debit Sungai Batanghari meningkat, warga waspada banjir

Baca juga: Masyarakat Batanghari mulai keluhkan kualitas udara


Mereka datangkan teknologi dari luar, contohnya gerabah, karena di lingkungan air tidak mungkin mendapat tanah liat. Lalu mereka mendatangkan pipihan, keramik dari China dan Thailand.

"Semua (teknologi) didatangkan dari luar, base on trade. Selama 1000 tahun lebih pola kehidupan mereka tidak berubah. Perubahan drastis itu terjadi di abad 20, saat kita kenalkan jalan raya dan sistem perkebunan kultur," ujar dia.

Junus mengatakan selama melakukan kajian di Jambi sekitar 30 tahun lalu, tidak melihat ada perubahan drastis kehidupan 1000 tahun lalu di DAS Batanghari dengan kondisi sekarang. Hampir semua hidup di tepi sungai yang polanya memanjang, rumah tidak dibangun di belakang lainnya tetapi di sampingnya.

Tapi ketika jalan dibangun, sekarang masyarakat hidup menghadap ke jalan. Ketika hutan dan lahan dibuka, maka rumah-rumah mereka tidak lagi terikat dengan sungai.

Temuan prasejarah dari hasil penggalian pemakaman di Batanghari, Jambi, ditemukan gentong yang di dalamnya berisi kerangka. Mereka juga hidup di depan sungai, mencari ikan dan bercocok tanam di sana, sehingga sungai memang menjadi pertimbangan mereka berada di sana.

"Saya tidak lihat perubahan pemukiman, tapi 'basically' linier. Tidak hanya di Jambi tapi di sepanjang wilayah pantai timur Sumatera, dari Aceh, Riau dan seterusnya. Selama ada sungai besar mereka tinggal di sana," ujar Junus.*

Baca juga: Lomba tradisional meriahkan libur Lebaran masyarakat desa di Jambi

Baca juga: Dinkes Batanghari imbau masyarakat waspadai penyakit pascabanjir


Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020