Wilayah Sulawesi Selatan kaya angin dan wilayah Sulawesi Utara atau Manado kaya dengan energi surya, sehingga sangat cocok untuk pengembangan PLTS
Makassar (ANTARA) - Perusahaan Listrik Negara (PLN) Unit Induk Pembangkitan dan Penyaluran (UIKL) Sulawesi mencatat Pulau Sulawesi kaya akan energi  untuk dikembangkan sebagai Energi Baru Terbarukan (EBT).

Senior Manager Operasi Sistem UIKL PLN Sulawesi, Nurdin Pabi di Makassar, Sabtu, menyampaikan Pulau Sulawesi memiliki energi angin yang melimpah pada bagian selatan Sulawesi dan energi surya pada Sulawesi Utara.

Khusus pada energi angin, ada beberapa titik wilayah Indonesia yang sangat baik untuk pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) yakni Sulawesi Selatan, beberapa wilayah Jawa dan bagian timur Indonesia (Tual).

"Wilayah Sulawesi Selatan kaya angin dan wilayah Sulawesi Utara atau Manado kaya dengan energi surya, sehingga sangat cocok untuk pengembangan PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya)," katanya.

Baca juga: Menteri ESDM: Pemanfaatan EBT masih minim, baru capai 2,5 persen

Energi angin tersebut telah dibuktikan dengan hadirnya dua PLTB pertama di Indonesia yang saat ini berdiri kokoh di Sulawesi Selatan yakni PLTB Sidrap dan PLTB Jeneponto.

Kabupaten Jeneponto mampu menghasilkan angin konstan dengan kecepatan angin di atas 10 m/s. Sementara daerah lain seperti Barru, Sidrap, dan Pare Pare, potensi anginnya mendekati 7,8 m/s.

"Kekurangannya, angin belum akurat, tersedia banyak di alam tetapi dengan sifatnya yang fluktuatif maka harus ada kesiapan spinining reserve, intermisi tegangan, dan frekuensi," paparnya.

Sementara itu Kepala Pengembangan Proyek PT UPC Renewables Niko Priyambada mengemukakan bahwa kapasitas listrik yang dihasilkan PLTB tidak bisa dipastikan sehingga harus didukung dengan pemanfaatan energi yang bersifat based load, seperti pembangkit listrik dari batu bara yang aktif 24 jam tanpa jeda.

Baca juga: Dorong investasi EBT, pemerintah perkuat kerja sama dengan IEA

Hal itu karena PLTB sangat tergantung dengan kondisi angin. Seperti pada PLTB Sidrap yang memiliki dua jenis angin yakni angin besar atau angin kencang dan angin kecil. Kondisi ini dipastikan berpengaruh terhadap hasil listrik yang dihasilkan.

"Musim di Sidrap ini secara umum terlihat secara nyata yakni musim angin kecil dan musim angin besar, tetapi ada juga kejadian angin itu sedikit bahkan kadang tidak bertiup sama sekali," ujarnya.

Kata dia, musim angin kecil itu terjadi pada saat musim hujan yakni pada akhir November sampai awal Maret. Kemudian waktu angin besar dimulai di akhir Mei hingga Oktober dan November.

Baca juga: PLN dorong penggunaan energi baru terbarukan rendah karbon

"Di antara musim Itu ada masa transisi di situ juga sering tidak ada angin. Ada juga peralihan antara musim kemarau ke musim hujan atau musim hujan ke musim kemarau itu biasanya angin sedikit terjadi," katanya.

Menurut Niko, pada musim penghujan, kondisi angin memang seringkali kencang tetapi dia tidak datang dari arah yang konsisten, jadi jarang bisa dimanfaatkan untuk pembangkit listrik PLTB Sidrap.

"Tetapi dari hasil penelitian yang sudah kami lakukan sekaligus melihat produksi selama dua tahun terakhir, hasilnya tidak beda jauh, artinya pola angin musiman yang kami dapatkan dari penelitian tidak jauh berbeda dan kita bisa menjadikannya suatu referensi," urai Niko.

Baca juga: Pakar Energi UB: Potensi pembangkit EBT di Indonesia sangat besar

Pewarta: Nur Suhra Wardyah
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2020