Jakarta (ANTARA News) - Pakar politik pertahanan, Dr Yusron Ihza Mahendra, LLM, menyatakan bahwa diplomasi suatu negara akan kuat jika ditopang dengan kekuatan senjata.

"Bagi saya, pertahanan tidaklah hanya bermakna bagi pertahanan itu sendiri, melainkan sekaligus juga bermakna sebagai alat utama dalam menopang diplomasi, baik diplomasi politik mapun diplomasi ekonomi," kata Yusron kepada ANTARA di Jakarta, Minggu.

Paradigma pertahanan oleh mantan Wakil Ketua Komisi I DPR RI (bidang Pertahanan) periode 2004-2009 tersebut, dikemukakannya secara lugas dan kasual dalam sebuah buku terbaru hasil karyanya yang diluncurkan awal pekan lalu di Jakarta.

"Artinya, memang ada beberapa gagasan menarik yang saya coba angkat lagi dalam buku ini, yang merupakan tawaran untuk dijadikan sebagai paradigma dalam memandang dan mengelola sistem pertahanan nasional. Antara lain bahwa pertahanan tidaklah hanya bermakna bagi pertahanan itu sendiri," ungkapnya.

Jadi, menurut doktor lulusan Universitas Tsukuba, Jepang, ini, pertahanan itu sekaligus juga bermakna sebagai alat utama dalam menopang diplomasi.

"Baik diplomasi politik, maupun diplomasi ekonomi. Karenanya, diplomasi yang kuat, harus ditopang oleh kekuatan senjata," katanya.

Hal ini, demikian Yusron Ihza Mahendra, sesungguhnya telah berlaku sejak dulu hingga kini, yakni mulai pada zaman Pax Romana, Pax Britanica, Pax Americana, sampai ke persoalan Blok Ambalat sekarang di Indonesia.

Tragedi


Dr Yusron Ihza, LLM dalam bukunya yang berjudul "Tragedi & Strategi Pertahanan Nasional" yang diluncurkan di `Ballroom` Hotel Dharmawangsa, Jakarta Selatan, antara lain mengupas masalah pertahanan nasional secara komprehensif itu.

Mulanya merupakan Laporan Tim Alutsista Komisi I DPR RI periode 2004-2009, yaitu sebuah Tim yang digagas dan diketuai oleh Yusron Ihza Mahendra, terkait rentetan kecelakaan (terutama pesawat udara) di lingkungan TNI di tahun 2009.

Sebagai Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Bidang Pertahanan, ia mengerjakan, menyusun dan menulis laporan itu. "Saya kemudian mengolah kembali naskah tersebut, termasuk melakukan wawancara secara lebih dalam ke perusahaan-perusahaan BUMN Industri Strategis yang relevan.

Terutama sekali, menurutnya, dalam rangka mengetahui permasalahanan serta potensi industri pertahanan nasional.

Penulisan ulang dalam bahasa yang lugas dan kasual, menjadikan buku ini sebagai bacaan mengasyikkan serta mudah dipahami masyarakat luas, khususnya bagi reka yang berminat terhadap isu-isu pertahanan.
(*)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009