Jakarta (ANTARA) - Pada tanggal 1 Muharram menurut kalender Islam atau saat Tahun Baru Islam biasanya seperti pada perayaan Idul Fitri, sebagian umat Islam menyajikan kuliner khas.

Di Indonesia, masyarakat di Semarang, umumnya menyajikan tumpeng dengan berbagai lauk pauk dan menggelar perayaan. Nantinya, tumpeng akan disantap bersama-sama dalam balutan tradisi "Kembul Bujana".

Ada juga muslim di Jawa yang menyajikan kue apem, biasanya berbahan dasar tepung beras, santan dan gula jawa, lalu kuliner bubur suro.

Bubur suro terbuat dari beras, santan, garam, jahe dan serai, lalu ditambah taburan tujuh jenis kacang, bulir-bulir jeruk bali atau delima, irisan ketimun dan daun bawang.

Baca juga: Tahun baru 1 Muharram, bagaimana muslim dunia merayakannya?

Baca juga: Meniti sejarah kuliner di "Jejak Rasa Nusantara"


Masyarakat Ki Gede Ing Suro Kota Palembang biasanya menyajikan bubur suro yang ditambah berbagai bumbu seperti bawang putih, bawang merah, ketumbar, merica, garam, kecap, bumbu sop dan minyak makan.

Di Jeddah, Arab Saudi, para muslim memiliki tradisi menyajikan segelas susu di pagi hari. Tujuannya, agar sisa tahun tetap bersih dan putih. Lalu di siang hari, mereka menyajikan makanan yang didominasi warna hijau (Mulukhia) dengan harapan sisa tahun tahun akan diberkati).

Sementara itu, di Hyderabad, India, ada beberapa hidangan populer yang dinikmati secara khusus selama bulan Muharram, salah satunya kue Dum ka Roat panggang.

Kue yang terbuat dari gandum, gula, buah-buahan kering dan ghee ini memiliki cita rasa yang khas, dengan bagian yang renyah di luar dan bagian dalam yang empuk.

Tak hanya pada 1 Muharram, sebagian muslim baru menyajikan kuliner khas Tahun Baru pada hari ke-10 atau hari Asyura. Umat Islam di Gorontalo misalnya, yang akan menyajikan kue apangi atau apem yang berbahan dasar tepung beras dan gula merah.

Gula merah melambangkan keberanian atau pengorbanan sementara kue apem berwarna putih sebagai simbol kesucian.

Masyarakat di Banyuwangi, Jawa Timur baru menggelar ritual "Gerebeg Tumpeng Agung" pada tanggal 20 suro. Tumpeng ini terdiri dari dua tumpeng nasi gunungan yang terdiri dari nasi kuning dan putih, satu palawija, jajanan pasar dan buah-buahan. Nantinya tumpeng diarak keliling kampung.

Baca juga: Sate lokan dan pendap sajian Lebaran Gubernur Bengkulu

Baca juga: Mudik ke Gunung Kidul? Jangan lupa cicipi "thiwul ikan asin"

Baca juga: Bubur jewawut kaya gizi untuk berbuka puasa

Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2020