Pekanbaru (ANTARA News) - Dewan Kesenian Riau (DKR) merayakan malam tahun baru 2010 dengan menggelar pementasan seni bertajuk "Pentas Duka Buat Gus Dur", di Pekanbaru, Riau, Jumat malam.

"Acara ini digelar untuk mengenang jasa beliau untuk kemajuan kesenian di Indonesia," kata Ketua DKR Edy RM kepada ANTARA News.

Menurut Edy RM, pergelaran tersebut sebenarnya merupakan acara dadakan karena bertepatan dengan pengumuman anugrah "Laman Cipta Sastra" untuk seniman Riau. "Tapi karena Gus Dur tiba-tiba wafat pada 30 Desember lalu, maka DKR memutuskan untuk mengemas acara anugrrah seni sekaligus untuk mengenang almarhum," kata Edy.

Pentas tersebut digelar secara sederhana di pendopo kecil di depan Bandar Seni Raja Ali atau yang dikenal warga dengan Purna Mtq. Acara tersebut diramaikan dengan aksi 10 seniman dan aktivis LSM di Pekanbaru yang membacakan puisi untuk mengenang Gus Dur, yang pada masa hidupnya sempat menjadi ketua Dewan Kesenian Jakarta pada era 1980-an.

Pada pojok kanan pentas, para seniman meletakan puluhan lilin dan dupa di depan poster bergambar wajah mantan Presiden Indonesia ke-4 itu. "Lilin dan dupa itu bukan bentuk kultus individu untuk Gus Dur, cuma ekspresi seniman untuk mengenang jasa almarhum," katanya.

Menurut Edy RM, Gus Dur berjasa dalam menumbuhkan kebebasan berekspresi dan berkesenian untuk Indonesia meski masa jabatannya sebagai presiden cukup singkat.

"Selah satu hal yang tidak akan dilupakan tentang Gus Dur adalah kebijakannya yang meniadakan diskriminasi terhadap etnis Tionghoa setelah puluhan tahun dikekang rezim Orde Baru," kata Edy.

Sejak saat itulah, lanjut Edy, kesenian Tionghoa kembali muncul ke depan publik, diantaranya yang terkenal adalah kesenian barongsai.

"Gus Dur adalah bapak demokrasi, terutama untuk kesenian yang tidak akan hidup tanpa adanya kebebasan berekspresi," katanya.

Budayawan Riau, Chaidir, yang turut hadir dalam acara tersebut berpendapat Gus Dur adalah sosok yang penuh integritas dan ekspresif dalam mengemukakan pendapat.

"Gus Dur senang dengan keberagaman, dan kepergiannya membuat Indonesia kehilangan salah seorang sosok yang langka pada masa kini," kata Chaidir.(*)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010