Kemerdekaan kekuasaan kehakiman merupakan salah satu pilar utama bagi terselenggara nya negara hukum sebagaimana yang diamanatkan oleh Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Jakarta (ANTARA) - Menteri Hukum dan HAM Yassona H. Laoly mengatakan Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai salah satu pelaku kekuasaan kehakiman perlu dijamin kemerdekaannya karena kehakiman merupakan satu-satunya kekuasaan yang diyakini merdeka dan harus senantiasa dijamin merdeka oleh konstitusi berdasarkan Pasal 24 ayat (1) UUD NRI 1945.

"Kemerdekaan kekuasaan kehakiman merupakan salah satu pilar utama bagi terselenggara nya negara hukum sebagaimana yang diamanatkan oleh Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945," kata Yassona dalam Rapat Kerja (Raker) Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin.

Raker tersebut membahas terkait pendapat DPR dan pemerintah terkait Perubahan Ketiga UU nomor 23 tahun 2004 tentang Mahkamah Konstitusi (MK) yang menjadi usul inisiatif DPR.

Baca juga: Menkumham sebut pemberian remisi bentuk negara hormati hak napi

Baca juga: Gedung Kantor Menkumham ditutup setelah ada pegawai positif COVID-19


Yassona menjelaskan, kemerdekaan kekuasaan kehakiman tetap perlu diatur guna mencegah terjadinya tirani yudikatif dalam penyelenggaraan suatu sistem pemerintahan yang demokratis.

Karena itu menurut dia, pengaturan mengenai jaminan kemerdekaan kekuasaan kehakiman di Indonesia, khususnya dalam konteks MK sebagai "the sole interpreter and the guardian of the constitution", mutlak diperlukan.

"Langkah itu diperlukan agar peran Mahkamah Konstitusi sebagai penafsir tunggal dan penjaga konstitusi dapat lebih optimal sesuai harapan para pencari keadilan 'justitiabelen'," ujarnya.

Dia menilai besarnya kewenangan MK dan luasnya dampak dari suatu Putusan Mahkamah Konstitusi menjadi alasan bahwa tersedianya sembilan orang negarawan berintegritas dan berkepribadian tidak tercela yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan sebagai Hakim Konstitusi secara berkelanjutan.

Hal itu menurut Yassona merupakan conditio sine qua non dalam mewujudkan supremasi konstitusi di Indonesia sehingga proses tersebut memerlukan syarat dan mekanisme yang sangat selektif.

"Dinamika pengaturan mengenai syarat untuk menjadi Hakim Konstitusi, baik melalui perubahan UU/Perppu maupun melalui Putusan Mahkamah Konstitusi, menunjukkan bahwa harapan masyarakat dari waktu ke waktu terhadap kualitas ideal Hakim Konstitusi semakin meningkat," tuturnya.

Karena itu menurut dia, pengaturan mengenai syarat dan mekanisme pengangkatan dan pemberhentian Hakim Konstitusi perlu diatur lebih baik secara proporsional, namun tetap konstitusional.

Raker Komisi III DPR tersebut dipimpin Wakil Ketua Komisi III DPR RI Adies Kadir bersama Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond J Mahesa, dan Pangeran Khairul Saleh.

Raker tersebut juga dihadiri Menteri Hukum dan HAM Yassona H Laoly, Deputi Bidang Kelembagaan dan Tata Laksana Kementerian PAN-RB Rini Widyantini, dan Direktur Harmonisasi Peraturan Penganggaran Kementerian Keuangan Didik Kusnaini.

Baca juga: Menkumham minta jajaran antisipasi meningkatnya klaster COVID-19

Baca juga: Menkumham nilai gugatan soal asimilasi terkait COVID-19 tak perlu ada


Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2020