Samarinda (ANTARA News) - Pimpinan DPRD Kaltim memberikan "deadline" kepada Tim Gabungan Komisi I dan II dewan setempat untuk mengusut tuntas berbagai persoalan terkait penghentian gugatan Arbitrase Internasional dalam masalah divestasi saham 51 persen KPC (Kaltim Prima Coal).

"Tim Gabungan Komisi DPRD itu dibentuk untuk menyelesaikan dana kompensasi PT. KPC kepada Pemprov, Kaltim atas pencabutan arbitrase itu," ungkap Ketua DPRD Kaltim, Mukmn Faisyal di Samarinda, Kamis.

Persoalan lain yang mencuat terkait penghentian gugatan pihak Pemprov Kaltim terhadap pemilik KPC melalui ICSID (International Center for Settlement of Investment Disputes), yakni kenyataan bahwa Bumi Resources (BR), selaku pemegang saham mayoritas belum memenuhi janjinya untuk memberikan dana kompensasi.

Pihak BR berjanji memberikan sejumlah dana, yakni sebagai kompensasi pencabutan gugatan dalam Arbitrasi Internasional di Singapura itu.

Ia menambahkan bahwa jika pihak KPC tidak mampu menyelesakan pembayaran kompensasi itu maka DPRD Kaltim akan meningkatkan status menjadi pansus.

"Saya memberi waktu tim itu bekerja selama satu bulan untuk mendesak KPC menyelesaikan pembayaran kompensasi kepada pemerintah Provinsi Kaltim. Namun,jika mereka tidak bisa menyelesaikannya, maka statusnya pengusutannya akan ditingkatkan melalui pansus KPC," ujar Ketua DPRD Kaltim itu.

Berdasarkan kesepakatan dengan pihak Pemprov Kaltim melalui Yurnalis Ngayoh selaku gubernur, maka pihak KPC berjanji memberikan dana kompensasi, di antaranya Rp230 miliar.

Selain itu, bentuk kompensasi lain yang dijanjikan adalah pemberian dana partisipasi tambahan modal awal untuk Yayasan Pembangunan SDM Kaltim Rp50 miliar.

BP selaku pemilik KPC juga berjanji akan mengalokasikan dana "community development" (pengembangan kemasyarakatan) Rp5 miliar per tahun bagi program beasiswa pelajar dan mahasiswa di Kaltim.

Konflik Pemprov Kaltim dengan pihak KPC terkait masalah kewajiban untuk melepaskan 51 persen saham kepada pemerintah daerah di Kaltim (Pemprov Kaltim dan Pemkab Kutai Timur) sesuai perjanjian kontrak PKP2B (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara).

Divestasi saham 51 persen itu ternyata tidak berjalan sesuai yang diharapkan Pemprov Kaltim, bahkan sampai pemilik saham dominan beralih dari Rio Tinto kepada BR.

Pemprov Kaltim yang saat itu dipimpin oleh Yurnalis Ngayoh sebagai kepala daerah yang mengaku mendapat dukungan berbagai pihak akhirnya sepakat melakukan gugatan Arbitrase Internasional di Singapura pada 18 Januari 2007.

Pemprov Kaltim pada 24 Juni 2008 membuat kesepakatan dengan pihak BP untuk menghentikan semua gugatan baik di dalam maupun luar negeri (ICSID) dengan persyaratan adanya sejumlah kompensasi seperti dijanjikan pemilik KPC.

"Jangan sampai masyarakat Kaltim hanya mendapat limbahnya saja, sementara hasil eksploitasi itu sendiri dinikmati orang luar. Kerusakan lingkungan yang ditimbulkan atas penambangan batu bara itu sangat besar jadi sudah semestinya rakyat Kaltim menuntut haknya," katanya.

"Masalah ini tidak ada kaitannya dengan partai. Desakan kepada PT KPC itu murni tuntutan rakyat Kaltim," ungkap Mukmin Faisyal yang juga Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Golkar Kaltim.

Ketua DPRD Kaltim itu juga mengatakan, semestinya Pemerintah Provinsi Kaltim mempertanyakan pembayaran tersebut kepada pihak KPC.

"Semestinya, Gubernur Kaltim bersurat ke KPC terkait pembayaran itu," ujar Mukmin Faisyal.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010