tidak serta merta bila virus berbeda maka vaksinnya juga tidak efektif,
Jakarta (ANTARA) - Satuan Tugas Penanganan COVID-19 meminta agar masyarakat menunggu hasil uji klinis terhadap vaksin COVID-19 sebelum membuat kesimpulan adanya kemungkinan perbedaan "strain" virus SARS-CoV-2 di Indonesia dan China.

"Bila 'strain' di virus China dan Indonesia berbeda maka akan dibuktikan bersama namun untuk memastikan apakah virusnya berbeda antara yang di Indonesia dan negara asalnya tapi tidak serta merta bila virus berbeda maka vaksinnya juga tidak efektif," kata Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito dalam jumpa pers daring dari Kantor Presiden Jakarta, Selasa.

Sejak 11 Agustus 2020, Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran melakukan uji klinis tahap III terhadap vaksin buatan Sinovac bekerja sama dengan BUMN Farmasi Bio Farma. Uji klinis akan dilakukan kepada 1.620 relawan dan bila uji klinis fase III vaksin berjalan lancar, vaksin selanjutnya akan diproduksi oleh Bio Farma pada Januari 2021.

"Vaksin bukan untuk mengobati tapi melindungi masyarakat sehat agar tidak terinfeksi dengan 'mentrigger' antibodi. Kepastian uji klinisnya mari kita amati bersama dan kami yakin dengan uji klinis ini karena uji klinis fase 1 dan 2 juga berjalan baik," tambah Wiku.

Pada akhir pekan lalu, Indonesia telah memperoleh komitmen penyediaan 290 juta hingga 340 juta dosis vaksin COVID-19 hingga akhir 2021 mendatang.

Baca juga: Satgas : Upaya cari vaksin corona lebih awal untuk lindungi masyarakat

Baca juga: 110 relawan uji vaksin COVID-19 gelombang pertama dipastikan sehat


Sementara untuk akhir 2020 ini, ujarnya Indonesia memiliki komitmen pengadaan vaksin sebanyak 20 juta hingga 30 juta dosis vaksin COVID-19. Komitmen itu diperoleh dari hasil lawatan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dan Menteri BUMN Erick Thohir ke Uni Emirat Arab (UEA) dan China.

"Upaya pemerintah untuk bisa mendapat akses vaksin cukup dini dibanding negara lain adalah untuk memastikan rakyat Indonesia sebagai bangsa besar harus mampu menyediakan perlindungan dan secara bersamaan mengembangkan vaksin sendiri," ungkap Wiku.

Di saat yang sama Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman juga mengembangkan vaksin Merah Putih sebagai vaksin COVID-19 buatan dalam negeri yang berbeda dengan vaksin COVID-19 dari Sinovac.

Perbedaannya adalah vaksin Sinovac menggunakan satu virus kemudian diperbanyak di laboratorium dan virus itu kemudian dipisahkan dan dilakukan inaktivasi (inactivated vaccine) agar aman bagi manusia. Jadi vaksin yang diberikan adalah keseluruhan virus.

Sedangkan vaksin Merah Putih dikembangkan dengan metode rekombinan, artinya tidak seluruh virus digunakan tapi hanya bagian-bagian tertentu dari virus yang dianggap penting kemudian diperbanyak dan dijadikan antigen.

Vaksin Merah Putih sendiri dijadwalkan bisa menyelesaikan uji coba pada hewan di akhir tahun 2020. Setelah uji hewan efektif, bibit vaksin nantinya akan diserahkan ke Bio Farma untuk kemudian dilakukan uji praklinis dan klinis.

Baca juga: Presiden: Indonesia dapat pengadaan vaksin jumlah besar hingga 2021

Baca juga: Dubes China berharap bersamaan Indonesia gunakan vaksin COVID-19

 

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2020