Jakarta (ANTARA) - Juru bicara Facebook mengatakan perusahaan memberikan data tentang laman dan akun yang berhubungan dengan militer Myanmar kepada Independent Investigative Mechanism on Myanmar (IIMM).

"Selama penyelidikan ini berlangsung, kami akan terus berkoordinasi dengan mereka untuk memberikan informasi relevan karena mereka sedang menyelidiki tindakan kriminal internasional di Myanmar," kata juru bicara Facebook kepada Reuters, dikutip Rabu.

IIMM merupakan lembaga yang dibentuk oleh Dewan HAM PBB pada 2018 untuk mengumpulkan bukti kejahatan internasional di Myanmar.

Baca juga: PBB selidiki dugaan genosida di Myanmar, Facebook berikan data

Baca juga: Seperti Instagram, Facebook uji coba fitur "Shop"


Facebook sudah menghapus data dan laman yang berhubungan dengan militer pada 2018 lalu untuk menghentikan ujaran kebencian kepada etnis Rohingya. Mereka menolak menjelaskan isi konten yang sudah dihapus tersebut.

Kepala IIMM kepada Reuters beberapa waktu lalu menyatakan Facebook belum mengeluarkan bukti "tindakan kriminal internasional serius" kepada mereka, meski pun berjanji untuk bekerja sama.

Tapi, pada Selasa (25/8) waktu setempat, IIMM menyatakan sudah menerima satu set data yang sesuai dengan permintaan mereka.

Pengadilan internasional (ICJ) menuduh Myanmar melakukan genosida karena aksi militer kepada Rohingya pada 2017 sehingga 730.000 orang menyelamatkan diri ke Bangladesh.

Myanmar membantah tuduhan genosida, menyatakan mereka melakukan tindakan yang sah terhadap militan yang menyerang pos polisi.

Penyelidik PBB menyatakan Facebook memegang peran penting dalam menyebarkan ujaran kebencian hingga menimbulkan bentrokan tersebut.

Pada 2018, Facebook menyatakan menghapus 18 akun dan 52 laman yang berhubungan dengan militer Myanmar, namun, tetap menyimpan data akun dan laman tersebut.

Baca juga: Facebook blokir grup pengkritik Raja Thailand

Baca juga: Facebook matikan desain web lama bulan depan

Baca juga: Facebook berencana memperluas layanan berita
 

Penerjemah: Natisha Andarningtyas
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2020