Palu (ANTARA) - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tengah (Sulteng) menetapkan tiga tersangka kasus dugaan korupsi pada proyek pembangunan jembatan IV Palu.

Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Sulteng Edward Malau, pada jumpa pers di di Palu, Rabu, mengatakan ketiga terduga korupsi yang ditetapkan sebagai tersangka tersebut, di antaranya dua terduga tersangka dari pejabat Pemerintah Kota Palu yakni ID, dan NMR, dan satu tersangka dari rekanan, S.

Edward mengatakan penetapan tersangka itu atas penyidikan yang telah dilakukan berdasarkan surat perintah penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah nomor print-01/P.2/Fd.1/06/2020 tanggal 15 Juni 2020 tentang dugaan tindak pidana korupsi pembayaran biaya eskalasi (utang) oleh Pemerintah Kota Palu kepada perusahaan PT GDM, yang merupakan rekanan pelaksana pembangunan jembatan IV Palu tahun anggaran 2003-2007.

Baca juga: Firli ingatkan titik rawan korupsi di daerah kepada seluruh gubernur

Ia menjelaskan dalam penyidikan telah ditemukan alat bukti yang cukup terjadinya tindak pidana korupsi secara bersama-sama melakukan duplikasi pembayaran terhadap item pekerjaan tambahan senilai Rp1,75 miliar dan pembayaran penyesuaian harga eskalasi secara tidak sah Rp12 milar.

Edward memaparkan pembayaran penyesuaian harga secara tidak sah tersebut karena dilakukan tanpa review dari APIP, seperti BPKP, dan pembayaran seharusnya dilakukan pada tahun 2007.

Selain itu tidak terjadi ketidakstabilan harga, sehingga mekanisme penyelesaian sengketa melalui BANI merupakan sarana untuk menerima pembayaran dari anggaran negara secara tidak sah dan merugikan keuangan negara sekitar Rp14,5 miliar lebih.

Aspidsus Kejati Sulteng ini menjelaskan pembayaran diminta oleh rekanan karena adanya perhitungan pekerjaan tambah kurang dan eskalasi harga yang dibuat secara sepihak oleh rekanan, setelah PHO tahun 2006.

Baca juga: Presiden Jokowi: Tidak korupsi karena takut kepada Tuhan

"Proses persetujuan pembayaran sebelumnya telah dimintakan persetujuan ke DPRD Kota Palu, yang melalui rapat-rapat Banggar yang tidak prosedural dan terindikasi adanya suap menyuap atau gratifikasi dalam proses pembahasan tersebut karena telah disita uang dari salah seorang anggota dewan sebesar Rp50 juta yang diserahkan secara suka rela oleh yang bersangkutan," katanya.

Edward mengatakan berdasarkan alat bukti yang ada maka perbuatan para terduga tersangka telah memenuhi bukti permulaan yang cukup terjadinya tidak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama.

Para tersangka, katanya, diduga melanggar Pasal 2 ayat 1, 3, 5, 12 huruf i Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan pasal 1 angka 4, Jo Pasal 5 angka 4, Jo Pasal 21 UU nomor 28 tahun 1999 tentang penyelenggara negara yang bersih dan bebas dari KKN, Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

"Terhadap kasus ini kami telah memeriksa saksi sekitar 53 orang ahli, dan melakukan penggeledahan dan penyitaan barang bukti, termasuk uang Rp50 juta," ujarnya.

Baca juga: Firli: KPK harus tetap pegang peran sentral berantas korupsi

Pewarta: Laode Masrafi/Sulapto Sali
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2020