Kami harus memanggil seluruh perwakilan sekolah dan meminta mereka tutup besok
Yangon (ANTARA) - Pemerintah Myanmar memerintahkan seluruh sekolah tutup setelah 70 kasus COVID-19 baru ditemukan dalam 24 jam terakhir, Rabu.

70 kasus baru itu jadi angka harian tertinggi setelah Myanmar absen melaporkan kasus baru selama beberapa minggu.

Namun dalam beberapa hari terakhir, pemerintah kembali berupaya menekan penyebaran wabah COVID-19.

Hampir seluruh kasus baru yang diumumkan hari ini (26/8), ditemukan di Rakhine. Sementara satu sisanya ada di negara bagian lain. Pasien positif yang ada di Rakhine ditemukan di sembilan lokasi berbeda.

Baca juga: 12 nelayan Myanmar diisolasi di Aceh cegah corona
Baca juga: Anggota staf PBB di Myanmar positif corona


Masing-masing kasus positif terhubung dengan klaster penularan COVID-19 di Sittwe, ibu kota negara bagian Rakhine.

Pemerintah minggu lalu memberlakukan karantina dan jam malam di Kota Sittwe.

Walaupun demikian, kasus positif di Myanmar relatif rendah apabila dibandingkan dengan negara lain di Asia Tenggara. Sejauh ini, 574 orang di Myanmar positif COVID-19 dan enam di antaranya meninggal dunia.

Akan tetapi, jumlah pasien meningkat hampir 35 persen hanya dalam waktu satu minggu memicu kekhawatiran banyak pihak.

“Kami harus memanggil seluruh perwakilan sekolah dan meminta mereka tutup besok,” kata Direktur Jenderal Departemen Pendidikan Dasar, Ko Layy Win.

“Komite pusat COVID-19 memutuskan berbuat demikian setelah penularan lokal di negara ini tinggi,” kata dia.

Salah satu pasien lainnya yang diumumkan hari ini juga ditemukan di Kota Yangon. Pasien merupakan seorang warga yang sempat mendatangi klinik untuk meminta surat keterangan sehat.

Setelah sebulan tidak melaporkan penularan lokal, Myanmar kembali mengumumkan kasus COVID-19 baru pada 16 Agustus. Mayoritas pasien ditemukan di Sittwe.

Sittwe merupakan tempat yang dipenuhi kamp pengungsi untuk kurang lebih 100.000 warga etnis Rohingya. Warga Rohingya telah tinggal di kamp pengungsi sejak jadi korban insiden kerusuhan pada 2012.

Rohingnya jadi salah satu kelompok etnis yang tidak diberi akses bebas bergerak dan beraktivitas, bahkan akses ke layanan kesehatan pun terbatas. Myanmar telah membatasi akses Internet di banyak wilayah karena alasan keamanan.

Para pekerja kemanusiaan mendesak otoritas setempat untuk memulihkan kembali akses komunikasi dan kebebasan masyarakat demi memastikan warga mendapatkan informasi kesehatan yang tepat dan memadai. Dari 179 kasus penularan lokal, otoritas setempat mendeteksi adanya mutasi COVID-19 yang lebih mudah menular daripada jenis COVID-19 pada umumnya di Myanmar.

Oleh karena itu, pemerintah sejak akhir Maret menutup perbatasan untuk seluruh pendatang, kecuali warga Myanmar yang kembali dari luar negeri. Namun, mereka wajib menjalani karantina.

Sumber: Reuters

Baca juga: Myanmar temukan delapan kasus corona impor dari Malaysia
Baca juga: Karena corona, Myanmar akan "lockdown" di masa festival Thingyan


Penerjemah: Genta Tenri Mawangi
Editor: Mulyo Sunyoto
Copyright © ANTARA 2020