dapat diwujudkan apabila program Reformasi Perpajakan yang saat ini sedang dilaksanakan terus diperkuat dan diakselerasi
Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan pemerintah memperkirakan penerimaan perpajakan tumbuh moderat sebesar 5,5 persen dari target Perpres Nomor 72 Tahun 2020 untuk 2021.

“Itu harus diantisipasi karena berdasarkan data terbaru risiko ketidakpastian akibat COVID-19 masih relatif tinggi,” katanya dalam Rapat Paripurna DPR RI di Jakarta, Selasa.

Ia menyebutkan outlook realisasi penerimaan perpajakan diperkirakan akan lebih rendah dari yang ditargetkan pada 2020 dan membuat rasio perpajakan akan lebih rendah dari yang diperkirakan.

Oleh sebab itu, ia menuturkan perluasan basis penerimaan pajak akan menjadi kunci keberhasilan upaya optimalisasi penerimaan pajak baik pada 2021 maupun tahun-tahun berikutnya.

“Ini dapat diwujudkan apabila program Reformasi Perpajakan yang saat ini sedang dilaksanakan terus diperkuat dan diakselerasi, baik reformasi kebijakan maupun administrasi,” katanya.

Ia menjelaskan program reformasi perpajakan diterjemahkan ke dalam perbaikan pada lima pilar utama yaitu regulasi perpajakan, organisasi, sumber daya manusia, teknologi informasi dan basis data, serta proses bisnis.

Sri Mulyani mengatakan berbagai langkah reformasi tersebut sudah menunjukkan hasil yang signifikan seperti modernisasi organisasi, kemudahan layanan bagi wajib pajak yakni antara lain e-filing, e-registration dan program click-call-counter.

Kemudian pengawasan dan penegakan hukum yang lebih terstruktur dan berkeadilan melalui implementasi Compliance Risk Management serta meningkatnya keandalan sistem informasi dan teknologi seiring dengan peningkatan kualitas data internal dan eksternal.

Tak hanya itu, ia menuturkan capaian reformasi perpajakan terakhir yang juga sangat signifikan adalah implementasi Taxpayer Accounting modul Revenue Accounting System (RAS) oleh DJP pada Juli 2020.

Sementara di area kebijakan, pemerintah telah melakukan terobosan antara lain program tax amnesty, penghapusan sanksi administrasi melalui program reinventing policy, revaluasi aset, dan kenaikan PTKP.

Kemudian penerapan PPh Final tarif 0,5 persen untuk WP UMKM, penurunan tarif PPh Badan, implementasi PPN PMSE, serta berbagai insentif dalam rangka penanganan COVID-19.

Selain itu, berbagai kajian dan evaluasi terkait subyek-obyek-tarif pajak, pengecualian (exemption), mekanisme pengenaan pajak final, serta insentif yang telah diterbitkan akan terus dilakukan. Hal itu dilakukan untuk memperoleh kebijakan perpajakan yang optimal, memberikan rasa keadilan, mengikuti perkembangan terkini, mendorong investasi dan pertumbuhan ekonomi, serta memperluas basis perpajakan.

Pemerintah turut mengoptimalkan penerapan perpajakan dalam kegiatan Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) yang mulai 1 Juli 2020 produk digital dari luar negeri resmi dikenakan PPN. Hal itu merupakan upaya pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara sekaligus diharapkan dapat menciptakan kesetaraan berusaha antar pelaku usaha.

Terakhir, di bidang Kepabeanan akan dilakukan penyempurnaan sistem National Logistics Ecosystem (NLE) dengan target mendukung efisiensi biaya logistik, penurunan waktu logistik dari 111 jam menjadi 55,8 jam, serta peningkatan peringkat Trading Across Border (TAB) dalam Ease of Doing Business (EoDB).

Untuk meningkatkan penerimaan cukai akan dilakukan pengembangan sistem pengawasan cukai terintegrasi serta pemberantasan dan penurunan peredaran Barang Kena Cukai ilegal.

Baca juga: Sri Mulyani: Pendapatan negara hingga Juli 2020 capai Rp922,2 triliun
Baca juga: Pengamat nilai target penerimaan perpajakan 2021 masih masuk akal
Baca juga: DJP ungkap tantangan penerimaan perpajakan 2020-2021

Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2020