Solo (ANTARA News) - Perajin sangkar burung di daerah Mojosongo, Solo, Jawa Tengah kini merasa cemas, terkait masuknya produk sejenis buatan dari Republik Rakyat China (RRC) yang menggunakan bahan baku dasar fiber.

"Ada 1.000 lebih perajin sangkar burung di Mojosongo kini merasa cemas, karena
khawatir prodaknya bakal tersaingi prodak sejenis asal RR China, yang sekarang telah mulai masuk meskipun masih terbatas," kata Sugiyanto (62) Ketua Kelompok Usaha Sangkar Burung Karya Manunggal Mojosongo Solo, dibengkel kerjanya Mojongso, Solo, Selasa.

Sangkar burung yang menggunakan bahan baku dari fiber buatan RR China sekarang ini telah beredar di pasar-pasar burung di daerah Solo dan sekitarnya, harganya Rp40.000 per unit dan itu berbeda dengan sangkar burung buatan Mojosongo yang menggunakan bahan baku bambu dan kayu.

Sangkar burung buatan RR China yang beredar di pasar-pasar burung di Solo itu
ukuran kecil yang biasanya untuk sangkar burung kenari dan sejenisnya. Untuk sangkar

burung buatan perajin Mojosongo itu harganya berkisar antara Rp100.000 per unit higa jutaan rupiah ini untuk yang kualitas bagus dan berukir.

Untuk sangkar yang kualitas biasa harganya murah berkisar antara Rp100.000 sampai Rp50.000 per unit. "Harga sangkar burung asal Mojosongo memang bervariasi tergantung dari jenis dan kesulitan barangnya. Ya kalau sangkarnya itu ukir-ukiran mahal sampai jutaan rupiah, tetapi kalau biasa ya murah," paparnya.

"Kami bersama teman-teman memang merasa was-was dengan masuknya sangkar
burung buatan RR China itu, memang sekarang ini dampaknya belum terasa, tetapi nanti beberapa tahun lagi pasti akan dirasakan," katanya.

Perajin sangkar burung yang merasa cemas adanya kompetitor asal RR China, mereka juga mengeluh dengan naiknya harga bahan baku. "Dulu satu lembar tripleks harganya Rp32.000/lembar, tetapi sekarang naik menjadi Rp40.000/lembar begitu juga bambu yang harganya Rp6.000/batang kini telah naik menjadi Rp 8.500/batang".

Naiknya harga bahan baku ini juga berdampak berkurangnya penghasilan para perajin sangkar burung tersebut yang biasanya mendapat Rp35.000/ hari sekarang bisa mengambil untung Rp15.000/hari.

Menyinggung mengenai masalah bantuan dari Pemerintah daerah setempat, ia mengatakan memang ada yang mendapat bantuan berupa compressor untuk pengecetan dan juga mesin alat serut untuk membuat jeruji sangkar.

"Bantuan itu belum merata, kami berharap semua kelompok bisa mendapat bantuan ini, sehingga nantinya produksi sangkar burung Mojosongo bisa bersaing dengan produk serupa asal RR China. Untuk sementara ini produk sangkar burung asal Mojosongo belum ada yang di ekspor dan hanya dipasarkan di dalam negeri seperti ke Jakarta, Bali, Surabaya, Bandung, Yogyakarta, Semarang dan kota-kota besar lainnya.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010