Jakarta (ANTARA) - Sebagian orang masih beranggapan bahwa demensia atau pikun merupakan bagian dari proses penuaan yang normal, padahal jika dibiarkan lebih lanjut penyakit ini bisa menyebabkan kematian.

Dalam rangka memperingati bulan Alzheimer sedunia kesembilan, Yayasan Alzheimer Indonesia (ALZI) kembali mengedukasi masyarakat seputar masalah demensia.

Demensia sendiri merupakan gejala penyakit yang menyebabkan penurunan fungsi otak. Sedangkan demensia Alzheimer adalah gangguan penurunan fungsi otak yang mempengaruhi emosi, daya ingat, dan pengambilan keputusan seseorang dan biasa disebut pikun.

Baca juga: Mengenali demensia alzheimer di saat pandemi COVID-19

Baca juga: Setop galau, dampaknya bisa terasa kala lanjut usia


Orang dengan Alzheimer mengalami penurunan fungsi otak termasuk fungsi kognitif yang meliputi kemampuan daya ingat, berbahasa, fungsi visuospatial dan fungsi eksekutif menurun. Penyakit yang dapat menyebabkan kematian ini hanya bisa diperlambat perkembangannya melalui obat-obatan namun tidak bisa disembuhkan secara total. Oleh karena itu, penting untuk segera melakukan deteksi dini kepada spesialis saraf ketika menemukan gejala-gejala demensia Alzheimer. Berikut ini adalah 10 gejala demensia Alzheimer, dikutip dari keterangan ALZI, Jumat.

Gangguan daya ingat

Salah satu gejala paling menonjol adalah sering lupa akan berbagai hal seperti hal yang baru saja terjadi, tempat parkir, hingga janji. Selain itu, orang dengan demensia juga cenderung mengulang-ulang cerita yang sama dalam suatu percakapan.

Sulit fokus

Orang dengan demensia biasanya menunjukkan gejala sulit untuk fokus termasuk pada pekerjaan sehari-hari seperti memasak. Akibat kesulitan fokus , orang dengan demensia sulit untuk melakukan perhitungan yang sederhana dan membutuhkan waktu lebih lama dari biasanya untuk melakukan suatu pekerjaan.

Sulit melakukan kegiatan yang familiar

Gejala lain yang ditunjukkan oleh orang dengan demensia adalah kesulitan untuk merencanakan atau menyelesaikan tugas sehari-hari seperti bingung cara mengemudi atau mengatur keuangan.

Baca juga: Diet populer ini bisa bantu lawan demensia

Baca juga: Mampukah minum kopi turunkan risiko demensia?


Disorientasi

Mengalami disorientasi atau kebingungan akan waktu merupakan bagian dari gejala yang kerap ditunjukkan orang dengan demensia. Disorientasi ini juga tak hanya terkait waktu tetapi juga pada tempat sehingga sering tidak tahu jalan pulang ke rumah.

Kesulitan memahami visuospasial

Kesulitan yang dihadapi oleh orang dengan demensia adalah kesulitan membaca, mengukur jarak dan menentukan jarak. Kesulitan lain yang dialami oleh orang dengan demensia adalah membedakan warna, tidak mengenali wajah sendiri di cermin, menabrak cermin saat berjalan hingga tidak tepat saat menuangkan air ke dalam gelas.

Gangguan komunikasi

Orang dengan demensia akan kesulitan untuk berbicara dan mencari kata yang tepat. Karena itu, mereka tak jarang berhenti di tengah percakapan dan bingung untuk melanjutkan kalimat.

Menaruh barang tidak pada tempatnya

Lupa di mana meletakkan sesuatu merupakan gejala lain dari orang dengan demensia. Tak jarang, mereka akan menuduh orang lain mencuri atau menyembunyikan barang tersebut.

Salah membuat keputusan

Ciri yang paling menonjol lainnya adalah berpakaian tidak serasi, contohnya kaos kaki yang berbeda warna kiri dan kanan. Orang dengan demensia juga cenderung tak bisa merawat diri.

Menarik diri dari pergaulan

Kehilangan semangat ataupun inisiatif untuk melakukan suatu aktivitas ataupun hobi yang biasa dinikmati, hal ini sering dibarengi dengan hilangnya semangat untuk berkumpul dan bersosialisasi dengan teman.

Perubahan perilaku dan kepribadian

Emosi yang berubah secara drastis juga menjadi pertanda dari Alzheimer. Mereka seringkali menjadi bingung, curiga, depresi ataupun menjadi tergantung yang berlebihan pada anggota keluarga. Tak jarang, orang dengan demensia merasa mudah kecewa dan putus asa baik di rumah ataupun dalam pekerjaan.

Baca juga: Gemar konsumsi makanan pedas berisiko demensia

Baca juga: Lansia perlu rutin latihan fisik, tapi jangan dipaksa

Baca juga: Alasan hipertensi dan diabetes bisa turunkan fungsi otak


Pewarta: Maria Cicilia
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2020