Jakarta (ANTARA) - Organisasi nonprofit Yayasan Alzheimer Indonesia (ALZI) mengajak masyarakat di Tanah Air untuk meningkatkan kepedulian pada penderita demensia alzheimer lintas generasi di tengah pandemi COVID-19 yang melanda saat ini.

“Penelitian kolaboratif antara London School of Economics dan University College of London menunjukkan secara global sekitar 75 persen kematian pasien terpapar COVID-19 ialah orang dengan demensia sebagai penyakit penyerta,” kata Direktur Regional Alzheimer Asia Pasifik sekaligus Penggagas ALZI DY Suharya dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu.

Secara umum, demensia merupakan gejala penyakit yang menyebabkan penurunan fungsi otak. Sedangkan demensia alzheimer adalah gangguan penurunan fungsi otak yang memengaruhi emosi, daya ingat dan pengambilan keputusan seseorang atau disebut pikun.

Baca juga: COVID-19 bisa sebabkan kerusakan otak? ini kata pakar kesehatan

Ia menjelaskan usia merupakan faktor terbesar terkait dengan demensia dimana golongan lanjut usia atau lansia memiliki risiko paling tinggi terhadap paparan COVID-19 dengan 86 persen kematian terjadi pada golongan usia 65 tahun ke atas.

Selain itu, kondisi pandemi COVID-19 yang berlangsung saat ini juga membuat banyak orang rentan akan kesepian, kecemasan, dan depresi tak terkecuali bagi Orang Dengan Demensia (ODD) dan caregivers.

Namun, di sisi lain sebenarnya penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) juga memengaruhi kondisi fisik dan mental masyarakat dimana perubahan sikap yang diadopsi dalam situasi kebiasaan baru menunjukkan adanya peningkatan kepedulian masyarakat terhadap kesehatan otak.

Baca juga: Lima kebiasaan yang buruk untuk kesehatan otak

Sementara itu, Ahli Syaraf dan Dekan UNIKA Atma Jaya Dr dr Yuda Turana mengatakan saat ini terjadi peningkatan jumlah orang yang bertanya seputar kesehatan mental dan kesehatan otak. Namun, pandemi COVID-19 membuat banyak di antaranya merasa kesulitan dan takut untuk datang ke rumah sakit atau berkonsultasi secara langsung.

Di sisi lain, sistem pelayanan kesehatan yang membatasi pendamping dan adanya ruang isolasi tanpa pendamping dengan jumlah tenaga kesehatan belum sepenuhnya memadai dan menjadi permasalahan besar pasien lansia dengan demensia di rumah sakit.

Ia menyebutkan pada 2016 diperkirakan ada sekitar 1,2 juta ODD di Indonesia dan angka ini berpotensi meningkat menjadi dua juta orang pada 2030 serta empat juta orang pada 2050.

Senada dengan itu, Direktur Eksekutif Alzheimer Indonesia Michael Dirk Roelof Maltimoe menambahkan satu tantangan terbesar penyebarluasan informasi dan peningkatan kepedulian mengenai demensia alzheimer adalah kurangnya pemahaman hal tersebut sebagai gangguan kesehatan otak.

Berdasarkan laporan Alzheimer’s Disease International (ADI), setiap dua dari tiga orang masih berpikir bahwa demensia atau pikun adalah bagian normal dari penuaan. Padahal, penting bagi masyarakat khususnya anak muda untuk memahami risiko pemicu demensia sebab kebiasaan hidup saat ini memengaruhi kesehatan otak di masa depan sehingga perlu adanya pencegahan dini.

Baca juga: Kekuatan jeruk untuk kesehatan mata hingga otak

Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2020