Jakarta (ANTARA News) - Dua pakar hukum, Prof HAS Natabaya dan Prof Erman Rajaguguk saling berbeda pendapat terkait dengan berlakunya Perppu No 4/2008 tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) pascarapat Paripurna DPR tanggal 18 Desember 2008.

Saat memberikan keterangan sebagai saksi ahli dalam rapat Panitia Angket Kasus Bank Century di Gedung DPR Jakarta, Senin, Natabaya menegaskan bahwa berdasarkan konstitusi, Perppu itu harus mendapat persetujuan dari DPR dan jika tidak ada persetujuan artinya Perppu ditolak.

Dijelaskannya bahwa konstitusi tidak menggunakan kata "menolak", tapi hanya persetujuan DPR saja. "Artinya dengan tidak adanya persetujuan dalam rapat paripurna, itu sama artinya dengan (DPR) menolak," kata mantan Hakim Konstitusi itu.

Berbeda dengan Natabaya, Erman menegaskan bahwa DPR masih belum mengambil keputusan apakah menerima atau menolak Perppu No 4/2008 tentang JPSK itu karena fraksi-fraksi dalam pengambilan keputusan DPR terkait hal tersebut sikapnya juga mengambang.

"Saya membaca risalah rapat paripurna tanggal 18 Desember itu. Ketua DPR waktu itu bisa dipahami tidak menolak atau tidak diterima," ujarnya.

Saat dilakukan rapat paripurna DPR untuk pengambilan keputusan atas Perppu No 4/2008 tentang JPSK pada 18 Desember 2008, sebanyak empat fraksi menerima, tiga fraksi belum setuju dan tiga fraksi lainnya menolak Perppu itu.

Menurut dia, masa berlaku Perppu tersebut adalah sejak pertama kali diterbitkan oleh pemerintah hingga DPR secara tegas menolak Perppu itu.

Terkait dengan status hukum Perppu No 4/2008 itu, Erman sempat bertanya kepada Natabaya perihal sah atau tidaknya keputusan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang mengucurkan dana talangan untuk Bank Century.

Secara tegas Natabaya mengatakan bahwa keputusan KSSK itu tidak sah karena Perppu sebagai dasar hukumnya sudah ditolak DPR.

Dalam rapat yang dipimpin Wakil Ketua Panitia Angket Yahya Sacawirya itu, anggota angket dari FPG Ade Komarudin sempat menyesalkan pendapat Erman yang menilai dana Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) bukan keuangan negara tapi berasal dari premi-premi yang dihimpun dari bank-bank.

"Dana LPS itu sudah clear merupakan keuangan negara dan kami merasa kecewa dengan pendapat profesor (Erman) yang berbeda," ujarnya.

Namun ketika ditanya anggota DPR terkait apa yang dilakukan pemilik Bank Century, Robert Tantular, terkategori korupsi atau tidak, Erman menegaskan berdasarkan definisi korupsi yang dipahaminya, apa yang dilakukan Robert Tantular itu sudah lebih dari korupsi.

"Robert Tantular itu bukan lagi korupsi, tapi sudah perampokan. Tambah berat lagi itu," ujarnya. (*)

Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2010