Batam (ANTARA News) - Seyogyanya dalam lingkungan peradilan dikembangkan spesialisasi keahlian agar melahirkan putusan hakim yang cemerlang karena benar-benar menguasai masalah, kata Wakil Ketua Pengadilan Negeri Batam Surya Perdamaian, SH.

"Masih cerita khayal kalau semua orang (hakim) tetap dianggap menguasai semua, padahal hanya tahu kulit-kulitnya," katanya dalam kuliah umum di Fakultas Hukum Universitas Riau Kepulauan (FH Unrika), di Batam, Rabu malam.

Dalam kuliah umum setelah pelantikan Rumbadi Dalle sebagai Gubernur Badan Eksekutif Mahasiswa pada fakultas tersebut, Surya mengemukakan, spesialisasi hakim sekarang sudah mulai ada yaitu hakim tindak pidana korupsi dan hakim pengadilan niaga.

Pengkhususan keahlian per bidang pada kehakiman, masih perlu dikembangkan seperti agar seperti di profesi kedokteran, ujar alumnus Universitas Indonesia tahun 1985 itu dalam kuliah umum yang dihadiri Dekan FH Unrika Arie R Sibarani, SH, MH.

Surya, hakim karir dang pernah bertugas di Nanggroe Aceh Darusalam, Sumatra Utara, dan Sulawesi Selatan, mengatakan, selain hakim yang menguasai bidang keilmuan spesifik secara mendalam; penegakan hukum memerlukan komitmen dan sinergitas antara peraturan, komponen penegak hukum, warga masyarakat serta perguruan tinggi hukum.

Keterpaduan itu, diperlukan agar hukum dan keadilan dapat sebesar-besarnya ditegakkan ketika pada akhirnya putusan hakim selain didasari pada pembuktian di pengadilan dan undang-undang juga bersumberkan penggalian hukum dan pertimbangan nurani, sementara keadilan yang sejati tetaplah milik Tuhan Yang Mahaesa, katanya.

Hukum positif berupa UU tidak pernah lengkap untuk mengatur semua hal, dan bahkan walaupun dalam penjelasannya dinyatakan sudah dianggap jelas atau cukup jelas, seringkali menimbulkan penafsiran berlainan di antara unsur penegak hukum yaitu hakim, jaksa, polisi dan advokat.

Karena ketidak lengkapan pengaturan dalam UU, maka hakim seharusnya menggali norma yang hidup di dalam masyarakat, termasuk dari hukum adat, misalnya bila ada perkara kumpul kebo atau hubungan badan seperti suami-istri tanpa ikatan perkawinan yang sah.

Kecuali perzinahan, hukum pidana nasional tidak dapat menghukum pelaku kumpul kebo, namun hakim dapat saja mengacu pada UU Darurat tahun 1951 atau menemukan dari sumber hukum adat.

Perguruan tinggi dan khususnya fakultas hukum di daerah-daerah hendaklah menyumbang pengetahuan bagi hakim mengenai hukum adat setempat, kata Surya yang berpengalaman sebagai hakim pengadilan tindak pidana korupsi dan pengadilan niaga.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010