Jakarta (ANTARA) - Mumpung musim Pilkada Serentak 2020 baru dimulai, mari ingat-ingat kesepakatan awal ketika akhirnya diputuskan bahwa pilkada itu mesti tetap dijalankan di tengah masa pandemi COVID-19.

Pandemi telah memaksa pemerintah memundurkan waktu pemungutan suara Pilkada 2020 dari 23 September ke 9 Desember demi memberi waktu bagi Komisi Pemilihan Umum (KPU) mempersiapkan protokol kesehatan yang harus diterapkan pada tiap tahapan pelaksanaannya. Protokol inilah yang mestinya dijaga oleh peserta pilkada dan pendukungnya.

Bukankah juga sudah disepakati bahwa kesuksesan Pilkada Serentak 2020 adalah demokratis dan aman? Aman dari gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat dan juga aman dari sisi kesehatan. Dalam kalimat yang populer belakangan ini, kegiatan pilkada diupayakan tidak menjadi klaster baru.

Ada pegangan umum protokol kesehatan yang mudah diingat bagi peserta pilkada, yaitu dilarang berkampanye yang menimbulkan kerumunan, utamakan kampanye menggunakan media daring, pertemuan dilarang melebihi 40 persen dari kapasitas ruangan, selalu menjaga jarak, dan menggunakan masker serta pelindung wajah alias face shield.

Kesepakatan itu perlu diungkapkan kembali mengingat munculnya sejumlah fakta yang beberapa hari belakangan membuat sejumlah kalangan bereaksi dengan gusar. Karena, tahap pendaftaran peserta ke Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) ternyata diikuti oleh maraknya kerumunan orang. Padahal, mencegah kerumunan orang merupakan satu dari beberapa protokol kesehatan yang harus dijalankan.

Kerumunan itu tercipta ketika ratusan orang mengiringi jagoan mereka ke KPUD setempat, misalnya.

Ikatan Dokter Indonesia (IDI) telah mengingatkan ada temuan pelanggaran protokol kesehatan pada periode pendaftaran peserta, 4-6 September, karena banyak pasangan calon di berbagai daerah memancing kerumunan dengan melakukan arak-arakan, seperti di Kota Medan, Kota Solo, Kabupaten Karawang, dan Kota Surabaya.

Sebagai contoh, ada juga pasangan yang ketika mendaftarkan diri ke KPUD disertai dengan penampilan kesenian rakyat, yang selanjutnya memancing kemunculan orang dalam jumlah lebih banyak lagi di sepanjang jalan yang dilewati.

Menanggapi perkembangan pelaksanaan tahapan pilkada itu, Presiden Jokowi menegaskan bahwa penerapan protokol kesehatan pencegahan COVID-19 dalam setiap tahapan pelaksanaan Pilkada 2020, karena keselamatan masyarakat adalah yang utama.

Tentu saja terjadinya penumpukan orang dalam tahap pendaftaran itu mesti ditanggapi sebagai penggugah agar pada proses selanjutnya semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan pilkada kembali sadar tentang kesepakatan untuk menerapkan protokol kesehatan. Soalnya, disiplin dalam menjalankan protokol kesehatan dalam setiap kegiatan merupakan bekal utama dalam upaya menghadapi virus corona.

Ini masih tahap awal. Masa kampanye, yang biasanya menjadi puncak keramaian dalam tahapan pilkada, belum dimulai. Maka, supaya badan pengawas tidak bakal lebih repot di masa ini, beragam tokoh sangat diharapkan peran sertanya untuk mengingatkan betapa pentingnya menjaga masalah kesehatan di masa pilkada.

Khusus untuk mengantisipasi permasalahan protokol kesehatan di pilkada, peran tokoh partai sangat diharapkan. Merekalah yang pada saat ini sering tampil di muka, bicara di forum, bertemu dengan tokoh lain, yang semua tidak-tanduknya dipotret, ditonton, dan dilihat langsung oleh banyak orang. Para pendukung mereka menunggu instruksi.

Tentu saja yang utama adalah instruksi untuk memilih jagoan mereka, dan di masa pandemi para pendukung menunggu instruksi tentang menjalankan protokol kesehatan.

Para pendukung menanti pertanda dan simbol dari petinggi dan tokoh partai. Jika para petinggi dan tokoh partai mengabaikan protokol kesehatan, semua yang tidak diharapkan bakal terjadi.

Maka, para petinggi partai, pengurus organisasi pendukung partai, tokoh-tokoh partai saat diharapkan perannya untuk memahami dan menerapkan protokol kesehatan dalam kegiatan mereka sehari-hari. Mereka mestinya juga sudah khatam tentang 3M (memakai masker, mencuci tangan, dan menjauhi kerumunan).

Dalam hal ini tidak cukup jika mereka menyuarakan agar para pendukung menerapkan 3M. Ketika mereka tampil di muka umum maupun di tempat khusus dengan bermasker, misalnya, itu adalah simbol yang akan diikuti pendukungnya.

Itu sejalan dengan permintaan Presiden kepada lembaga penyelenggara pemilu seperti Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawasan Pemilu, pemerintah daerah, TNI-Polri, lembaga penegak hukum, seluruh tokoh masyarakat, tokoh organisasi, untuk aktif bersama-sama mendisiplinkan masyarakat dalam melaksanakan protokol kesehatan pencegahan COVID-19.

Dalam beberapa kesempatan, Presiden juga minta seluruh tokoh masyarakat dan tokoh organisasi untuk aktif bersama-sama mendisiplikan masyarakat dalam melaksanakan protokol kesehatan.

Perjalanan Pilkada 2020 yang digelar di 270 daerah, tersebar di 224 kabupaten dan 37 kota di 9 provinsi harus terus berjalan dengan berbagai tahapannya. Peran pengurus partai, petinggi dan tokoh partai, hingga tokoh masyarakat dan ormas sangat diharapkan untuk mendukung penerapan protokol kesehatan demi kesuksesan pemilihan itu. Merekalah tokoh panutan yang instruksi dan tingkah lakunya diikuti para pendukung.

Suara yang mengawasi pilkada di masa pandemi ini bukan hanya kalangan politik dan badan pengawas, melainkan juga Ikatan Dokter Indonesia. Maka, peserta pemilu tentu harus lebih waspada dan penuh kesadaran menjalankan kesepatan tentang mencegah penyebaran virus corona. Mereka dicereweti oleh lebih banyak kalangan.

Tingkah laku mereka yang terkait dengan masalah kesehatan selama masa pemilihan ini juga menjadi cermin kebijakan mereka saat menjadi kepala daerah.

Maka, mereka yang selama masa pemilihan ini memperlihatkan sikap peduli kesehatanlah yang diharapkan sebagai orang yang terpilih. Soalnya, ketika mereka menjadi kepala daerah masa pandemi belum berakhir. Kebijakan dan sikap politik mereka tentang upaya menghadapi COVID-19 sangat diharapkan mendukung upaya mengatasi pandemi.

Copyright © ANTARA 2020