Jakarta (ANTARA) - Pakar kesehatan masyarakat Prof. dr. Hasbullah Thabrany menilai penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) secara ketat akan efektif mengendalikan penyebaran kasus COVID-19 di dalam masyarakat.

"Dahulu waktu diterapkan PSBB, enggak dilonggarkan, cukup efektif mengontrol. Setelah dilonggarkan menjadi meningkat. Jadi memang harus diperketat," kata Hasbullah melalui sambungan telepon dengan ANTARA, Jakarta, Kamis.

Pernyataan itu ia sampaikan untuk menanggapi rencana Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta untuk kembali menerapkan PSBB secara total guna mengendalikan lonjakan kasus COVID-19 yang terus berlangsung di tengah masyarakat.

Ia mengakui bahwa dampak ekonomi dari rencana pengetatan PSBB pasti akan terjadi. Tetapi, pemerintah, menurut dia, memiliki tanggung jawab yang lebih besar untuk mengutamakan kesehatan masyarakat di atas kepentingan lain.

Baca juga: Menko Airlangga ungkap permintaannya pada Anies terkait PSBB total

Baca juga: DPR akan batasi kehadiran anggota dalam rapat hanya 20 persen


Sehingga dengan memprioritaskan kesehatan masyarakat tersebut, ia berharap pemulihan ekonomi juga dapat lebih cepat dilakukan.

"Jangan sampai karena ada orang-orang yang kepentingan bisnisnya tidak mau terganggu, kemudian mereka mendesak pemerintah untuk tidak menjalankan PSBB yang ketat," katanya.

Jika ada orang-orang yang tidak menyetujui penerapan PSBB secara ketat, maka menurut dia, seharusnya orang-orang tersebut turut bertanggung jawab atas dampak lonjakan kasus COVID-19.

"Jadi boleh (dilonggarkan) asal dia berani tanggung jawab, bayar itu kalau ada yang sakit (akibat COVID-19)," katanya menegaskan.

"Jadi setiap langkah kita, apapun yang kita lakukan, kalau langkah kita akan mengganggu ketenangan atau membuat orang lain menjadi korban atau menderita, maka kita harus tanggung jawab. Prinsip dasarnya itu saja yang harus dipakai," katanya lebih lanjut.

Kemudian, selain mendukung rencana PSBB total di DKI, ia juga menyarankan agar DKI memberlakukan jam malam untuk membatasi kegiatan masyarakat di luar rumah pada malam hari.

"Menurut saya memang DKI harus bikin jam malam, jam 7 malam sampe jam 5 pagi enggak boleh keluar. Karena bisa jadi itu orang pada malam-malam keluar, pada merokok. Kalau sudah merokok kan susah pakai masker. Dan kalau sudah merokok pasti dia pada ngobrol-ngobrol, karena jarang orang merokok sendirian. Nah, itu adalah bagian yang mempermudah terjadinya penularan," demikian Hasbullah.*

Baca juga: KNPI Malaysia: PSBB total Jakarta langkah tepat

Baca juga: Rupiah berpotensi menguat hari ini, meski dibayangi sentimen PSBB DKI

Pewarta: Katriana
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020