Washington (ANTARA News/AFP) - Di tengah kemarahan China, Pemerintah Amerika Serikat (AS) menegaskan penjualan senjata ke Taipei justru positif bagi keamanan dan stabilitas di Selat Taiwan.

Sikap Washington itu disampaikan Juru Bicara Kementerian Luar Negeri AS, Laura Tischler, kepada AFP, Sabtu.

AS menjual sejumlah alat utama sistim senjata (Alutsista), termasuk misil Patriot, helikopter "Black Hawk" dan perangkat komunikasi bagi pesawat tempur F-16 ke Taiwan.

Pemerintah China merespons penjualan senjata AS senilai 6,4 juta dolar AS itu dengan menangguhkan kerjasama militer dan keamanannya dengan Gedung Putih.

Beijing juga menjatuhkan sanksi kepada perusahaan-perusahaan AS yang terlibat dalam bisnis senjata ke Taiwan itu.

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri AS Laura Tischler mengatakan, penjualan senjata itu justru memberikan sumbangan pada tetap terpeliharanya keamanan dan stabilitas di Selat Taiwan.

Sementara itu, Juru Bicara Kementerian Pertahanan China Huang Xueping mengatakan, aksi balas dendam itu menunjukkan adanya bahaya besar yang muncul akibat bisnis penjualan senjata kepada Taiwan ini.

Bagi Beijing, Taiwan adalah provinsinya yang membangkang dan harus kembali menjadi bagian tak terpisahkan dari China.

Presiden Taiwan Ma Ying-jeou yang berhasil menghangatkan hubungan perdagangan dan politik dengan China mengatakan, kesepakatan penjualan senjata AS-Taiwan itu tidak sepatutnya ditakuti Beijing.

Paket penjualan Alutsista AS ke Taiwan yang terakhir terjadi pada Oktober 2008.

Menanggapi keputusan AS yang saat itu masih dipimpin Presiden George W.Bush itu, Beijing juga memutuskan sementara waktu hubungan militernya dengan AS.

Para analis mengatakan, sanksi China kali ini semakin menggigit di tengah kemampuan perekonomiannya yang akan melampaui Jepang serta anggaran militernya yang terus meningkat.

Para pejabat AS mengatakan, Gedung Putih berkomitmen pada pertahanan Taiwan namun Pentagon menghentikan kesepakatan singkatnya berkaitan dengan permintaan Taiwan akan pengiriman lebih banyak F-16.

China menolak menyingkirkan penggunaan kekuatan bersenjata untuk mengambil kembali Taiwan.

Beijing memiliki ratusan misil yang disiapkan untuk menggempur wilayah berpenduduk sekitar 23 juta jiwa yang memisahkan diri dari China pada 1949 itu. (*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010