Jakarta (ANTARA) - Pandemi COVID-19 berdampak terhadap bidang ekonomi salah satunya sektor usaha yang bertumbangan sehingga memunculkan pemutusan hubungan kerja (PHK) yang akhirnya mengganggu penghasilan seseorang.

Generasi milenial sebagai salah satu lapisan angkatan kerja atau kaum produktif tentu saja merupakan golongan yang terdampak.

Pakar perencanaan keuangan Prita Hapsari Ghozie memaparkan kondisi saat ini memunculkan kekhawatiran di kalangan generasi milenial atau generasi sandwich terutama terhadap keamanan pekerjaan atau job security serta terhadap masa depan karena masih panjang usia dan harapan hidup.

"Saat ini sebenarnya merupakan peluang untuk meningkatkan produktivitas. Kalau tidak hati-hati masa depan tak dipersiapkan dengan baik maka akan memunculkan beban," katanya di Jakarta, Jumat.

Terkait hal itu, Prita memaparkan sejumlah kiat yang bisa dilakukan generasi milenial untuk mempersiapkan masa depan mereka terutama terkait bagaimana mengatur keuangan mereka di saat pandemi.

Untuk milenial yang dananya, lanjutnya, pengaturan keuangan sebaiknya fokus ke orang yang memberi penghasilan atau tulang punggung keluarga secara ekonomi, kemudian orang yang memiliki resiko sakit tinggi seperti orang tua baru kemudian anggota keluarga yang lain.

"Penghasilan yang diterima akan lebih baik jika dibagi-bagi untuk SIP, 'saving, investment and protection' (tabungan, investasi dan proteksi," ujarnya melalui keterangan tertulis.

Menurut dia, proteksi keuangan sangat penting bagi generasi milenial terutama untuk perlindungan saat sakit atau hari tua sehingga perlu direncanakan dari saat masih muda, karena risiko sakit atau gangguan kesehatan dapat muncul kapan saja.

Prita menyarankan generasi milenial banyak memanfaatkan peluang untuk lebih produktif, kalau bisa tidak bergantung pada satu tempat penghasilan.

"Earning power ditingkatkan mumpung masih muda. Penghasilan bisa dibagi-bagi untuk saving, investment dan proteksi," katanya.

Sementara itu Chief Distribution Officer PT Zurich Topas Life Budi Darmawan mengatakan banyak masyarakat Indonesia yang tidak siap menghadapi pandemi saat ini dan keuangannya terganggu karena penyakit atau pendapatan berkurang.

Hal ini terjadi karena kesalahan dalam alokasi penghasilan selama ini, dimana sebagian besar masyarakat menghabiskan 80 persen penghasilannya untuk biaya hidup sehari-hari dan hanya 6 persen untuk asuransi dan investasi, sementara dalam perencanaan keuangan, investasi dan asuransi disarankan 20 persen dari penghasilan.

Terkait hal itu Budi menyebutkan Zurich Smart Care dapat menjadi solusi untuk membantu masyarakat mendapatkan proteksi jiwa dan kesehatan, sekaligus berinvestasi untuk masa depan.

Menurut Mercer Marsh Benefit yang melakukan survei biaya kesehatan di seluruh dunia, tambahnya, di Indonesia setiap tahun rata rata kenaikan biaya kesehatan mencapai 10-11 persen per tahun.

"Bayangkan biaya kesehatan 10 tahun mendatang, termasuk biaya pengobatan penyakit kritis. Oleh karena itu sangat penting bagi masyarakat untuk memiliki proteksi dari sekarang," ujarnya.

Dikatakannya, Zurich Smart Care dilengkapi dengan manfaat proteksi tambahan untuk memberikan perlindungan terhadap penyakit kritis dan pembebasan pembayaran premi, asuransi tambahan hospital and surgical yang baru Zurich MediCare, dengan keunggulan manfaat rawat inap sesuai tagihan pada semua pilihan rencana, masa pertanggungan sampai usia 100 tahun, dan Batas Manfaat Tahunan hingga Rp30 miliar.

Baca juga: Akhir tahun tepat untuk "financial check up"

Baca juga: Pandemi COVID-19 ubah perilaku masyarakat berinvestasi

Baca juga: Tips menabung untuk persiapan menikah

Pewarta: Subagyo
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2020