Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengingatkan kalangan pelaku usaha sektor kelautan dan perikanan nasional bahwa ekspor komoditas perikanan ke Republik Rakyat China terbuka lebar pada saat ini.

"Saat ini Tiongkok mulai recovery dari resesi dan terbuka lebar peluang pasarnya," kata Sekretaris Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BIKPM) KKP Hari Maryadi dalam rilis di Jakarta, Minggu.

Ia mengingatkan bahwa saat ini, hasil perikanan Indonesia telah diterima di 158 negara di dunia, dan salah satu pasar terbesar ekspor hasil perikanan Indonesia adalah Republik Rakyat China.

Selain itu, ujar dia, sejumlah 664 Unit Pengolahan Ikan (UPI) telah terdaftar sebagai eksportir di negara tersebut.

Berdasarkan data dari China Custom Data, lanjutnya, Indonesia menduduki peringkat ke-4 negara eksportir hasil perikanan tertinggi ke Negeri Tirai Bambu tersebut pada periode Januari-Mei 2020.

"Kinerja sektor perikanan di semester I tahun 2020 menunjukkan grafik yang menggembirakan, seperti kenaikan nilai ekspor tercatat 6,9 persen atau senilai 2,4 miliar dolar AS dibanding periode yang sama di tahun 2019. Sedangkan nilai impor semester I Tahun 2020 sebesar 0,2 miliar dolar atau turun 5,9 persen dibanding periode yang sama di tahun 2019," paparnya

Kemudian, berdasarkan data BPS juga menunjukkan bahwa pada semester I tahun 2020, neraca perdagangan sektor kelautan dan perikanan juga mengalami surplus 2,2 miliar dolar atau naik 8,3 persen dibanding semester I tahun 2019.

Sebagaimana diwartakan, KKP membekali jajarannya dengan memberikan pelatihan terkait ilmu negosiasi dan diplomasi antara lain dalam mempertahankan bahkan hingga meningkatkan pasar ekspor di tengah pandemi.

"Kami ingin meningkatkan kemampuan para aparatur, khususnya dalam mendukung peningkatan dan efektivitas kerja sama luar negeri bidang karantina ikan, pengendali mutu dan keamanan hasil perikanan," kata Kepala Badan Karantina Ikan, Pengendali Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan KKP Rina.

Menurut dia, hal itu penting antara lain karena keamanan pangan dan penyakit lintas batas menjadi dua isu persaingan ketersediaan pangan secara global.

Tak jarang, lanjutnya, demi mendapatkan produk terbaik, negara maju sebagai konsumen membuat technical barrier atau hambatan prosedur regulasi seperti melalui penerapan persyaratan teknis yang ketat dan bisa menyulitkan negara-negara pengekspor, termasuk RI.

Karenanya, diperlukan peningkatan pengetahuan dan kemampuan para aparatur kementerian teknis dalam bernegosiasi atau berdiplomasi di forum internasional.

Rina menyatakan, hal tersebut sangat penting agar substansi teknis dapat tersampaikan dengan baik dan meningkatkan posisi tawar Indonesia, terutama di forum internasional.

"Negara-negara yang telah meratifikasi perjanjian pasar bebas WTO, dapat menyelesaikan berbagai permasalahan perdagangan komoditas dalam forum resmi secara fair dan ilmiah," ujarnya.

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2020