Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi II DPR RI Junimart Girsang mendukung Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk tegas terhadap tindakan politik uang yang terjadi dalam pemilihan kepala daerah serentak 2020.

Junimart Girsang di Jakarta, Minggu, mengatakan kurang dari tiga bulan lagi masyarakat akan memilih para pemimpin daerah mereka melalui pilkada serentak. Namun dalam setiap kali pilkada dilaksanakan, ada satu isu yang selalu membuat resah, yakni politik uang.

Menurutnya, dalam pelaksanaan pilkada kali ini isu praktik politik uang perlu menjadi sorotan utama agar tidak terus berlarut-larut di masa depan. Dan praktik ini kata dia sejatinya merupakan kategori kejahatan politik yang luar biasa karena dilakukan secara terstruktur, sistematis dan masif (TSM).

“Selama ini politik uang hanya menjadi bahasan publik, belum ada preseden bahwa para pelakunya dapat dijerat hukum,” kata Junimart.

Oleh karenanya, ia berharap kali ini menjadi momentum bagi Bawaslu untuk menunjukkan perannya sebagai "wasit" yang tegas, yang berani menindak setiap pelanggaran yang terjadi agar kompetisi pasangan calon (paslon) berjalan sehat dan menghasilkan pemimpin terbaik dan kredibel bagi rakyat.

Junimart melihat rancangan Peraturan Bawaslu tentang tata cara penanganan pelanggaran administrasi pemilihan yang terjadi secara TSM saat ini masih bersifat normatif.

Dalam rancangan peraturan tersebut, Bawaslu masih memosisikan praktik politik uang sebagai sebuah pelanggaran yang biasa-biasa saja.

“Peran Bawaslu yang diharapkan sebagai otoritas pengawas pemilu yang tegas, adil dan jujur belum tergambar dalam Perbawaslu. Bahkan dalam rancangan peraturan itu, Bawaslu terlihat pasif, hanya menunggu laporan,” katanya.

Padahal Bawaslu lanjutnya memiliki otoritas untuk mencari temuan di lapangan karena memiliki sumber daya di berbagai level, mulai dari kabupaten, kecamatan, hingga desa, bahkan di TPS dapat digerakkan.

“Model kerja intelijen perlu diadopsi dan dikembangkan dalam mengantisipasi, mengejar dan menjerat pelaku politik uang,” ucapnya.

Baca juga: DPR: Awasi peredaran uang palsu jelang Pilkada

Pilkada 2020 ini kata dia, tentunya bukan semata rutinitas lima tahunan, karena ongkosnya sangat mahal. Bahkan, dengan adanya pandemi COVID-19 membuat total biaya untuk pilkada membengkak dari semula Rp9,9 triliun bertambah Rp4,7 triliun.

Sehingga menurutnya harapan rakyat dengan ongkos yang begitu besar pada masa yang amat sulit secara ekonomi ini, pilkada dapat menghasilkan pemimpin terbaik dan kredibel tanpa politik uang.

Selain aktif mencari temuan, Bawaslu diharapkan dapat menekankan pentingnya perlindungan saksi. Pasalnya, salah satu persoalan terbesar dalam pembuktian pelanggaran politik uang adalah mengenai saksi yang berani bersuara.

Berdasarkan pengalaman pada pemilu-pemilu sebelumnya, banyak saksi yang enggan melaporkan atau memberikan kesaksiannya karena khawatir terjadi tekanan hingga tindakan kekerasan. Oleh karena itu, mekanisme perlindungan saksi juga perlu diatur.

Seperti diketahui, Komisi II DPR RI saat ini tengah membahas tiga revisi rancangan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU), dan dua Peraturan Badan Pengawas Pemilu (Perbawaslu) terkait Pilkada serentak 2020.

Hal itu dilakukan demi menyukseskan pelaksanaan pilkada serentak yang akan dilaksanakan pada 9 Desember 2020.

Baca juga: Dedi Mulyadi "tersiksa" jadi caleg DPR

Baca juga: KPK geledah ruang kerja Mendag

Baca juga: DPR dukung tim sukses Pilkada diatur demi cegah politik uang

Pewarta: Boyke Ledy Watra
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2020