Jakarta (ANTARA News) - Sekretaris Utama Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Sjahrial Loetan mengatakan sekitar 30-40 persen pinjaman masih berupa pinjaman mengikat (tied loan).

"Sekitar 30-40 persen total pinjaman berupa tied loan," katanya, di Jakarta, Senin. Pinjaman mengikat merupakan utang bersyarat yang ditentukan oleh negara atau lembaga pemberi donor. Misalnya diberi pinjaman uang untuk membeli kereta api namun keretanya harus dibeli dari negara donor.

Menurut Sjahrial, pinjaman mengikat tersebut terutama dari pinjaman yang berbunga ringan (soft loan). Menurut dia, karena bunganya yang sangat ringan maka mereka mensyaratkan untuk menggunakan produk negara pemberi pinjaman.

"Misalnya ada masih seperti Jepang, AS," katanya.Ia mengatakan, pinjaman mengikat tersebut diharapakan akan terus berkurang sehingga Indonesia dapat menentukan sendiri penggunaan utang yang diberikan.

Ia mengatakan seiring dengan pemberlakuan Komitmen Jakart) pada 2012 , maka pinjaman mengikat akan dihilangkan.

"Mengacu kepada Komitmen Jakarta, maka pinajaman mengikat nantinya dihilangkan, kita berharap bahwa kita yang akan duduk di `drive seat` (sebegai yang mengendalikan dan mengelola pinjaman) jadi kita yang berdaulat," katanya.

Untuk itu, menurut dia, saat ini pihaknya terus mengkomunikasikan Jakarta Komitmen ke berbagai lembaga, baik lembaga dan negara partner dan juga lembaga-lembaga pemerintah.

Sementara itu, pada 2009, dari target pinjaman luar negeri 5,56 miliar dolar AS terealisasi 5,22 dolar AS. Dari pinjaman tersebut, untuk pinjaman proyek 2,96 miliar dolar AS dan pinjaman proyek 2,26 miliar dolar AS. (M041/A038)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010