Hal pertama yang bisa dilakukan untuk mencegah, adalah pengguna menggunakan device (perangkat) yang clean (bersih) dan selalu ter-update (aplikasi dan sistem operasi/OS perangkatnya)
Jakarta (ANTARA) - Peneliti Center for Digital Society (CfDS) Universitas Gadjah Mada, Ir. Tony Seno Hartono, membagi sejumlah kiat bagi para pelaku bisnis pemula serta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia untuk mencegah terjadinya kejahatan digital berbasis social engineering seperti phising.

Sebagai informasi, phising adalah suatu bentuk penipuan yang dicirikan dengan percobaan untuk mendapatkan informasi peka, seperti kata sandi dan kartu kredit, dengan menyamar sebagai orang atau bisnis yang terpercaya dalam sebuah komunikasi elektronik resmi, seperti surat elektronik atau pesan instan.

Menurut data dari Kaspersky yang dibagikan Tony pada diskusi virtual, Jumat, terdapat 192.591 serangan phising terhadap UMKM di Indonesia pada kuartal pertama 2020. Peretas mengirim e-mail terkait informasi COVID-19 dan memanfaatkan potensi keingintahuan dan kepanikan.

Baca juga: Merek lokal laris, UMKM didorong manfaatkan platform digital

"Hal pertama yang bisa dilakukan untuk mencegah, adalah pengguna menggunakan device (perangkat) yang clean (bersih) dan selalu ter-update (aplikasi dan sistem operasi/OS perangkatnya)," kata Tony.

Menurut dia, jika pengguna rutin memperbarui aplikasi dan OS di perangkatnya, otomatis kelemahan di sistem keamanan aplikasi dan OS tersebut juga telah diperbaiki.

Selain itu, pengguna bisa juga mulai beralih ke komputasi awan (cloud computing), dengan sesederhana menggunakan e-mail berbasis cloud yang sudah dilengkapi dengan antiphising.

"Sehingga, phising bisa diblokir terlebih dahulu (oleh sistem) sebelum masuk ke (kotak masuk) e-mail. Dengan cloud, kemungkinan phising akan lebih susah untuk menembus," jelasnya.

Baca juga: Teten sebut UMKM digital jadi kunci pemulihan ekonomi

Tony menambahkan, pengguna juga harus cekatan untuk memperhatikan dan mengecek kembali apabila mendapatkan pesan yang tidak wajar.

Hal terpenting lainnya, pengguna harus terus aktif menambah wawasan digital mereka, terutama terkait keamanan digital. Namun, Tony mengatakan bahwa edukasi ini tak hanya tugas masyarakat sebagai pengguna, namun juga pihak-pihak lainnya termasuk penyedia layanan digital, hingga pemerintah.

"Ini adalah tugas kita bersama. Penyedia layanan seperti Gojek dan akademik seperti CfDS sedang lakukan edukasi dengan reach banyak orang dan media, untuk terus increase wawasan digital," kata Tony.

"Pemerintah tentu juga ikut terlibat. Misalnya dengan RUU Perlindungan Data Pribadi, hingga sampai instansi pendidikan seperti sekolah, mengingat saat ini sedang diberlakukan pembelajaran jarak jauh (PJJ)," ujarnya menambahkan.

Ia berharap, Indonesia semakin melek digital dan pengetahuan serta literasi digitalnya terus meningkat di masa akselerasi digital ini dalam waktu dekat.

Baca juga: Lima langkah amankan ponsel Android dari kejahatan siber

Baca juga: Peneliti tidak temukan malware dalam aplikasi TikTok

Baca juga: Enam kerentanan WhatsApp diungkap

Pewarta: Arnidhya Nur Zhafira
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2020