adaptasi atas perkembangan aktivitas sosial dan ekonomi masyarakat
Jakarta (ANTARA) - Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan memberikan relaksasi dalam pemanfaatan Barang Milik Negara (BMN) berupa penyederhanaan proses bisnis dan penyesuaian tarif melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 115/2020.

Direktur Pengelolaan Kekayaan Negara dan Sistem Informasi Purnama T. Sianturi menyatakan langkah ini sebagai bentuk respons pemerintah terhadap dampak pandemi COVID-19 agar masyarakat tetap bisa berusaha.

“Pemerintah menerbitkan PMK 115 selain untuk penyederhanaan beberapa peraturan juga sebagai adaptasi atas perkembangan aktivitas sosial dan ekonomi masyarakat,” katanya dalam diskusi daring di Jakarta, Jumat.

Purnama menjelaskan untuk penyederhanaan proses bisnis pemanfaatan BMN berupa pinjam pakai akan dilakukan dengan serah terima objek yang mendahului persetujuan pengelola.

Kemudian nantinya kegiatan sewa, Kerja Sama Pemanfaatan (KSP), dan Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur (KSPI) akan diberikan penyesuaian tarif.

Ia menjelaskan biaya sewa yang dikeluarkan masyarakat atas pemanfaatan BMN akan dihitung berdasarkan kelayakan usaha dan bentuk pemanfaatannya yakni untuk bisnis, nonbisnis, serta sosial.

Pemanfaatan BMN untuk kegiatan usaha berorientasi bisnis akan dikenai tarif sebesar 100 persen, nonbisnis adalah antara 30 persen hingga 50 persen, dan sosial sebesar 2,5 persen.

Meski demikian, dalam PMK tersebut terdapat pengecualian bagi pemanfaatan BMN yang kegiatan usahanya berorientasi bisnis yakni jika kegiatan usaha merupakan koperasi sekunder ASN, TNI dan Polri maka tarif yang dikenakan sebesar 75 persen.

Untuk BMN yang dimanfaatkan oleh kegiatan usaha koperasi primer ASN, TNI dan Polri dikenakan tarif sebesar 50 persen, sedangkan untuk kegiatan usaha oleh perorangan, ultramikro, mikro dan kecil dikenakan tarif 25 persen.

Pengecualian juga dilakukan bagi pemanfaatan BMN berorientasi nonbisnis yang besaran tarifnya 30 persen sampai 50 persen yaitu jika sewa yang diinisiasi pengguna atau pengelola untuk mendukung institusi maka dikenakan tarif 15 persen.

Kemudian sewa untuk sarana prasarana pendidikan pemenuhan kebutuhan pendidikan anak-anak ASN atau TNI dan Polri maka dikenakan tarif 10 persen.

Sedangkan pemanfaatan BMN yang digunakan untuk kegiatan sosial maka diberikan faktor penyesuai sewa sebesar 2,5 persen.

“Kalau sosial tidak cari keuntungan maka sewa cukup 2,5 persen. Jadi dalam PMK ini lebih jelas kita sesuaikan dengan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat,” katanya.

Selain itu, dalam PMK ini turut diatur mengenai kerja sama pemanfaatan untuk infrastruktur yang meliputi pekerjaan konstruksi untuk membangun atau meningkatkan infrastruktur, pengelolaan infrastruktur dan pemeliharaan infrastruktur.

Penghitungan tarif untuk pemanfaatan itu didasari oleh analisa keuangan dan kelayakan bisnis mitra penyewa BMN sehingga tidak ada tarif yang dipatok dan berlaku sama kepada penyewa BMN.

Selanjutnya, hal baru dalam PMK 115 adalah mengenai respon pemerintah terkait pemanfaatan BMN di tengah pandemi yaitu relaksasi yang diberikan akan berkaitan dengan pilihan pemanfaatan BMN.

Ia menjelaskan jika penyewa telah membayar lunas pemanfaatan BMN lalu ternyata kegiatannya terhambat akibat pandemi maka akan diberikan opsi faktor penyesuai atau memperpanjang masa pemanfaatan.

"Kereta api Jakarta-Bandung menggunakan BMN pinggiran jalan tol tanah 82 hektare. Terhadap pengenaan sewa ini kita berikan faktor penyesuai 15 persen jadi yang dibayarkan selama 50 tahun adalah 15 persen,” jelasnya.

Baca juga: Kemenkeu identifikasi HKI sebagai barang milik negara
Baca juga: Menhub yakin mampu kelola BMN senilai Rp504 triliun secara efektif
Baca juga: Kemenkeu optimalkan barang milik negara untuk penanganan COVID-19

Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2020