Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan pengurangan masa hukuman para terpidana korupsi berdasarkan putusan Peninjauan Kembali (PK) yang diputuskan oleh Mahkamah Agung (MA) dapat memperparah korupsi di Indonesia.

"Selain efek jera yang diharapkan dari para pelaku korupsi tidak akan membuahkan hasil, (putusan PK) ini akan semakin memperparah berkembangnya pelaku korupsi di Indonesia," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri di Jakarta, Senin.

KPK mencatat ada sekitar 20 perkara yang ditangani KPK sepanjang 2019-2020 yang hukumannya dipotong.

"KPK menyayangkan dengan semakin banyaknya putusan MA di tingkat upaya hukum luar biasa (PK) dikabulkan oleh majelis hakim," kata Ali.

Baca juga: Ketua KPK khawatir potensi korupsi dapat meningkat saat Pilkada 2020

Menurut Ali, sekalipun setiap putusan majelis hakim haruslah dihormati, KPK berharap fenomena ini tidak berkepanjangan.

"Fenomena pengurangan vonis terpidana korupsi tersebut memberikan citra buruk terhadap masyarakat yang makin kritis terhadap putusan peradilan yang pada gilirannya tingkat kepercayaan publik atas lembaga peradilan pun semakin tergerus," kata Ali.

Menurut dia, dibutuhkan komitmen yang kuat jika memang ingin memberantas korupsi sebagai kejahatan luar biasa.

"Dimulai dari pimpinan negara ini hingga penegak hukum harus memiliki visi yang sama utamanya dalam upaya pemberantasan korupsi," katanya.

KPK pun mendorong MA segera mengimplementasikan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) tentang pedoman pemidanaan pada seluruh tingkat peradilan yang akhirnya juga mengikat bagi majelis hakim tingkat PK.

Baca juga: KPK prihatin putusan PK kurangi hukuman mantan Wali Kota Cilegon

MA pada 24 Juli 2020 telah mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pedoman Pemidanaan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi untuk memudahkan hakim dalam mengadili perkara korupsi terkait kerugian keuangan negara atau perekonomian negara.

Pada 30 Juli 2020 majelis kasasi Mahkamah Agung memotong masa pidana mantan anggota sekaligus mantan Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) PKB di Komisi V DPR Musa Zainuddin selama 3 tahun penjara yaitu dari 9 tahun penjara menjadi pidana selama 6 tahun ditambah denda Rp500 juta subsdier 3 bulan kurungan ditambah hukuman uang pengganti sebanyak Rp7 miliar subsider 1 tahun penjara.

Musa adalah terpidana perkara suap terkait terkait program optimalisasi dalam proyek pembangunan infrastruktur di Maluku dan Maluku Utara dalam APBN Kementerian PUPR 2016. Pada 15 November 2017, majelis hakim pengadilan Tipikor Jakarta memvonis selama 9 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan ditambah kewajiban membayar uang pengganti Rp7 miliar.

Sejumlah terpidana lain yang dikabulkan PK-nya oleh MA antara lain mantan Wali Kota Cilegon Tubagus Iman Ariyadi yang mendapat pengurangan hukuman 2 tahun penjara dari 6 tahun menjadi 4 tahun penjara; mantan Bupati Talaud Sulawesi Utara Sri Wahyumi Maria Manalip yang juga dipotong hukumannya menjadi hanya 2 tahun penjara dari vonis di tingkat pertama selama 4,5 tahun penjara.

Baca juga: ICW kecam putusan PK MA kurangi hukuman mantan Bupati Kepulauan Talaud

Selanjutnya MA juga mengabulkan permohonan PK terpidana mantan panitera pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut) Rohadi yang dikurangi hukumannya dari 7 tahun penjara menjadi 5 tahun penjara.

Putusan PK kontroversial lainnya adalah vonis nihil majelis PK untuk mantan Direktur Utama Bank Century Robert Tantular padahal sebelumnya Robert divonis dalam 4 putusan pengadilan dengan total hukuman 21 tahun penjara. Robert bebas bersyarat setelah menjalani sekitar 10 tahun pidana penjara dengan mendapat remisi yang diterima 74 bulan dan 110 hari.

Berdasarkan data Indonesia Corruption Watch (ICW) sepanjang 2007 sampai 2018, setidaknya 101 terpidana koruptor yang dibebaskan MA. Sementara perkara yang ditangani KPK sepanjang 2017-2020 terdapat 20 terpidana yang dikabulkan PK-nya.
 

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2020