Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi VIII DPR RI, Bukhori Yusuf meminta Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo untuk mendorong Rumah Sakit (RS) memberi atensi khusus dalam melayani pasien COVID-19 dengan penyakit penyerta (komorbiditas).

Menurut Bukhori, Doni selaku Ketua Satuan Tugas Penanganan CCOVIDd-19 Pusat, memiliki kewenangan untuk mengedukasi RS dalam menangani pasien COVID-19 dengan komorbiditas secara lebih ekstra hati-hati.

"Sekitar 90 persen pasien Covid-19 yang meninggal merupakan pasien yang mengidap penyakit penyerta atau komorbid. Sebab itu, saya meminta perlu adanya atensi dan kebijakan khusus bagi pasien komorbid ini,” ujar Bukhori dalam pernyataan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa.

Saat rapat kerja Komisi VIII DPR RI dengan Kepala BNPB Doni Monardo di Gedung DPR Jakarta, Selasa, Bukhori mengingatkan agar jangan sampai RS tidak memiliki persiapan memadai terhadap penanganan pasien Covid-19 dengan komorbiditas, alias 'dipaksakan'.

"Misalnya, terdapat satu RS dengan 200 kamar yang semua terisi penuh, namun hanya dilengkapi oleh satu dokter anestesi di Instalasi Gawat Darurat. Ini sangat miris sekali," kata Bukhori.

Bukhori mengatakan berdasarkan data dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (Center for Disease and Prevention Control) Amerika Serikat, ada 94 persen kasus kematian yang terjadi pada pasien Covid-19 diikuti oleh sejumlah penyakit penyerta.

"CDC mencantumkan beberapa penyakit penyerta pasien sehingga membuat pasien Covid-19 memiliki tingkat kematian (mortality rate) tinggi, antara lain gagal ginjal, hipertensi, diabetes, pneumonia, dan gagal jantung," kata Bukhori.

Menurut politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), data global itu cukup relevan dengan situasi dan kondisi pasien Covid-19 di Indonesia.

"Pada April lalu, Kementerian Kesehatan menyebutkan faktor penyakit komorbid seperti hipertensi, sesak napas, tuberkulosis (TBC), dan diabetes menjadi dasar meningkatnya pasien Covid-19 yang meninggal," kata Bukhori.

Karena itu, Bukhori menganggap penyadaran publik oleh BNPB terkait bahaya bencana merupakan instrumen penting untuk menghadirkan penanganan bencana yang efektif dan efisien karena didukung oleh keterlibatan publik.

Sehingga, fungsi pendidikan dan pelatihan secara masif kepada masyarakat oleh BNPB mutlak diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut.

“Faktanya adalah, masyarakat kita sebenarnya paham terhadap ancaman bencana, tetapi kurang sadar. Karena itu, penyadaran publik perlu dilakukan dari segala sisi dan itu butuh waktu. BNPB tidak bisa bermain sendiri, Pemda juga tidak bermain sendiri, terlebih ketika tujuan dari program tersebut menyasar akar rumput,” ujar dia.

Baca juga: Raker Komisi VIII soroti kekerasan terhadap anak

Baca juga: Mensos sebut 92 kabupaten/kota tidak pernah perbarui DTKS sejak 2015

Baca juga: Komisi VIII DPR minta batas atas biaya tes cepat terlaksana

Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2020