Jakarta (ANTARA News) - Wakil Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat Dr Asrorun Niam Sholeh menilai rencana pemidanaan pelaku nikah siri tidak tepat dan berlebihan.

"Rencana kriminalisasi praktik nikah siri dalam draf RUU Terapan Peradilan Bidang Perkawinan adalah hal yang tidak proporsional dan berlebihan," katanya di Jakarta, Selasa.

Menurut Niam, masalah pencatatan pernikahan merupakan masalah administrasi keperdataan yaitu terkait Pasal 2 UU Perkawinan, sehingga tidak tepat jika pelanggarnya dipidana.

Ia setuju terhadap keharusan pencatatan pernikahan guna memberikan kepastian hukum dan mencegah dampak atau motif negatif dalam pernikahan.

"Pencatatan pernikahan penting untuk kepentingan administratif, tidak ada alasan untuk menolak pencatatan pernikahan, bahkan bisa jadi hukumnya wajib," katanya.

Walau demikian, doktor bidang hukum Islam itu mengingatkan perlunya sikap proporsional pada kasus nikah siri.

"Sanksi terhadap pelanggaran administratif hendaknya adalah sanksi administratif, bukan pidana," katanya.

Dikatakannya, penetapan peraturan mengenai nikah siri harus dilihat secara komperehensif mengingat banyak faktor yang menyebabkan praktik itu terjadi di masyarakat, antara lain faktor keterbatasan akses dan ketidakmampuan secara ekonomi.

"Bagaimana mungkin orang yang miskin, yang tidak mampu mengurus dokumen pernikahan dan membayar administrasi, kemudian dia nikah siri, dipidana tiga bulan. Ini bertentangan dengan rasa keadilan," katanya.

Terkait adanya praktik nikah siri yang menyebabkan anak dan istri terlantar, menurut Niam, yang harus dipidanakan adalah tindakan penelantarannya, bukan nikah sirinya.

"Sekalipun pernikahan telah dicatatkan, jika terjadi penelantaran anak dan istri tetap saja ini harus dihukum. Jadi, intinya bukan nikah sirinya, tetapi penelantarannya," katanya.
(T.S024/R009)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010