Jakarta (ANTARA News) - Anda penggemar film-film laga intrik pembunuhan tingkat tinggi seperti trilogi Bourne, Air Force One, dan banyak lagi? Jika ya, ikutilah berita pembunuhan tokoh senior sayap militer Hamas, Mahmoud al-Mabhouh, berikut. Tapi sebelumnya, harus Anda camkan ini sama sekali bukan fiksi.

Kemarahan internasional terhadap pembunuhan tokoh senior Hamas itu memuncak hebat setelah dia dipancing keluar Palestina ke Dubai oleh dinas intelijen Israel, demikian Kim Sengupta, Ben Lynfield dan Donald Macintyre mengawali tulisannya di harian Inggris, The Independent, edisi hari ini.

Sumber-sumber keamanan di Inggris menyebutkan bahwa Mahmoud al-Mabhouh telah mengubah rencana perjalanannya, dengan tidak lagi dalam pengawalan para bodyguard-nya, untuk menghadiri sebuah "pertemuan" (palsu) yang dirancang oleh Mossad, yang selama berhari-hari menguntitnya sebelum tokoh Hamas itu akhirnya dibunuh.

Di matra lain, penggunaan paspor sejumlah negara Eropa oleh para pembunuh itu membuat geram Eropa, termasuk Inggris, dan mendorong desakan luas dunia internasional untuk diadakannya sebuah investigasi menyeluruh dalam perkara itu.

Israel sendiri mulai membantah sengit tuduhan keterlibatannya dalam pembunuhan itu, segera setelah PM Gordon Brown mengumumkan sebuah penyelidikan dibawah kendali unit khusus antikejahatan sangat berbahaya, "Serious Organised Crime Agency" (SOCA).

Sebagai wujud meningkatnya tekanan publik kepada pemerintah Israel untuk menekan pihak berwenang Israel, duta besar Israel untuk Inggris akan menyampaikan pernyataan pada jumpa wartawan di kantor Kementerian Luar Negeri Inggris guna menjawab pertanyaan-pertanyaan seputar bagaimana paspor enam warga negara Inggris yang tinggal di Israel dicatut oleh tim pembunuh untuk bisa pergi ke Dubai.

Santer terdengar bahwa dalam 24 jam ke depan para penyidik Inggris akan terbang ke Dubai untuk berkoordinasi dengan para pejabat Uni Emirat Arab (UEA).

Tak ada kabar pasti bahwa apakah mereka juga akan ke Israel, yang jelas sejauh ini tidak ada pendekatan ke pemerintah Israel.

Namun belum ada kepastian apakah Prancis dan Jerman akan menempuh penyelidikan serupa dengan Inggris, kendati para pejabat di Paris dan Berlin mengatakan akan bekerjasama dengan pihak berwenang Inggris, sambil berharap pemerintah Israel melengkapi informasi relevan yang dibutuhkan kedua negara itu.


Kemarin terungkap bahwa sebanyak 18 orang, termasuk dua wanita, terlibat dalam pembunuhan Mabhouh, yang kabarnya disengati aliran listrik dan disiksa terlebih dahulu sebelum kemudian dicekik sampai mati.

Spekulasi menyebutkan bahwa korban disiksa dahulu, setelah sebelumnya dilumpuhkan empat pria, agar bisa mengorek keterangan darinya.

Pemerintah Israel akhirnya mengakhiri sikap bungkam mereka menyangkut pembunuhan itu, dengan menegaskan bahwa tidak ada alasan untuk menyangka Mossad sebagai pihak yang bertanggungjawab dalam kematian tokoh Hamas itu.

Menteri Luar Negeri Avigdor Lieberman tidak benar-benar membantah keterlibatan Israel, namun berkata, "Tidak ada alasan untuk mengira bahwa itu perbuatan Mossad, dan tidak pula lembaga intelijen lainnya atau negara ini melakukan kejahilan itu."

Lieberman mengatakan, Israel mempertahanan kebijakan ambigiutas dalam soal-soal rinci intelijen, seraya menambahkan, "Israel tidak pernah menjawab, tidak pernah membenarkan, tidak pernah membantah (operasi-operasi intelijen)."

Dia juga menampik klaim bahwa apa yang telah berlaku itu bakal menciptakan masalah diplomatik dengan Inggris, dengan menandaskan bahwa Inggris mengakui Israel sebagai negara yang bertanggungjawab dan aktivitas keamanan negara itu diselenggarakan berdasarkan "aturan-aturan hukum yang sangat jelas, hati-hati dan bertanggungjawab."

Tetapi, tidak semua orang di Israel mendukung kerja dinas rahasianya. Ada tuntutan-tuntutan kepada Kepala Mossad Meir Dagan untuk mengundurkan diri menyusul pembunuhan tokoh Hamas itu.

"Jika kita benar mencuri identitas (orang asing) maka perbuatan itu adalah hal paling bodoh yang bisa dibayangkan. Itu telah menempatkan orang-orang tak berdosa yang tak memiliki hubungan apapun dengan aksi pembunuhan itu, dalam bahaya. Mereka adalah orang-orang awam yang bangun tiap pagi, dan tidak tahu apa yang telah menamparnya. Orang-orang ini menghadapi masalah," kata Zahava Galon, mantan petinggi partai Meretz yang berhaluan liberal.

Tetapi Rafi Eitan, mantan anggota kabinet yang eks agen Mossad dan pernah menangkap penjahat perang Nazi Adolf Eichmann pada 1960, malah menduga kekuatan asing ingin mencemarkan nama baik Israel.

"Mossad tidak berada di balik pembunuhan Mahmoud al-Mabhouh, sebaliknya itu ulah organisasi asing yang mencoba menjebak Israel, Organisasi ini mencatut nama orang-orang Israel, memalsukan paspor, dan kemudian mencemarkan nama baik kita," kata Eitan.

PM Brown balik mengkritik Israel, dengan berkata, "Kita mesti melakukan penyelidikan penuh atas (pembunuhan) ini. Paspor Inggris adalah dokumen penting yang mestinya dijaga baik-baik. Bukti-bukti harus merangkai apa yang sebenarnya terjadi, bagaimana itu terjadi, dan mengapa itu terjadi, dan adalah penting bagi kita untuk menyimpulkannya sebelum kita mengeluarkan pernyataan."


Pemerintah Israel menolak mengomentari keputusan pemerintah Inggris itu, sehingga tetap belum jelas bagaimana upaya itu bisa dilakukan efektif.

Para pejabat Israel di Inggris bisa menolak untuk bertemu dengan para detektif Inggris dengan tameng kekebalan diplomatik, dan tidak ada indikasi bahwa para penyelidik Inggris akan bisa membina kerjasama secara resmi dengan Israel.

William Hague, Menteri Luar Negeri bayangan, telah mengirimkan serangkaian pertanyaan kepada Menteri Luar Negeri David Miliband.

"Laporan-laporan yang menyebutkan bahwa identitas warga negara Inggris telah dikloning adalah persoalan yang sungguh gawat, karena hal itu memungkinkan terjadi lagi di kasus-kasus lainnya, termasuk aksi-aksi terorisme. Kita mesti mengetahui jika Menteri Dalam Negeri dan Menteri Luar Negeri percaya diri bahwa mekanisme yang ada sudah cukup untuk mencegah penyalahgunaan lebih jauh dibanding itu," kata Hague.


Sebenarnya apa yang terjadi pada pembunuhan di Dubai itu? Mari kita rangkaikan dalam tanya - jawab berikut.

Tanya: Apa yang sebenarnya terjadi pada Mahmoud al-Mabhouh?
Jawab: Ketika tokoh Hamas itu tiba di Dubai, dia diyakini ada di kota tersebut untuk bertemu dengan seorang dealer senjata dari Iran. Enam jam kemudian dia meninggal dunia, akibat pembunuhan melalui operasi intelijen canggih yang melibatkan 18 orang. Tim pembunuh itu tiba di Dubai lebih awal. Setelah membuntuti Mabhouh di bandara, cuplikan rekaman CCTV menunjukkan dua orang dari tim pembunuh itu memasuki lift sebuah hotel berbarengan dengan Mabhouh. Salah seorang diantaranya mengikuti tokoh Hamas itu untuk mencari tahu di kamar mana dia menginap. Beberapa saat setelah itu seorang anggota tim pembunuh memesan kamar yang berhadapan dengan kamar Mabhouh, malam itu juga. Ketika target pembunuhan itu meninggalkan kamarnya, empat orang mengambil posisi di lorong hotel, sementara yang lainnya berjaga-jaga di lobi. Mabhouh kembali ke kamarnya pukul 8.24 malam, pembunuhan itu terjadi. Polisi menyatakan, Mabhouh segera mendapati dirinya mati lemas. Para pembunuhnya meninggalkan hotel itu sekitar 20 menit kemudian.

Tanya: Siapa di belakang operasi pembunuhan itu, dan mengapa melibatkan begitu banyak orang?
Jawab: Satu teori menyebutkan bahwa karena harus memancing Mabhouh ke Dubai untuk alasan palsu bertransaksi senjata, tim pembunuh menduga dia bakal dikawal oleh sekelompok pengawal, yang juga nantinya mesti dihabisi. Identitas para pembunuh tetap misterius. Semua paspor dari 11 tersangka pelaku pembunuhan dinyatakan palsu. Sebegitu jauh tujuh orang diantaranya yang tinggal di Israel, termasuk mereka yang berkewarganegaraan Inggris, menyatakan bahwa indentitas mereka dicuri. Ini menambah kecurigaan bahwa Mossad berada di belakang pembunuhan itu. Kemarin, keberadaan tujuh tersangka lainnya terungkap di mana dua diantaranya diduga orang Palestina namun keduanya sedang dipenjara, sedangkan lima lainnya, salah seorang diantaranya perempuan, menggunakan paspor Uni Eropa.

Tanya: Mengapa Israel menginginkan kematian Mabhouh?
Jawab: Tokoh Palestina itu diakui mempunyai peran dalam pembunuhan dua tentara Israel pada 1989 selama gerakan intifada pertama, dan Mabhouh memang masih memainkan peran penting di Hamas. Ada spekulasi menyebutkan bahwa dia berada di puncak "daftar bunuh" kaum militan yang dianggap berbahaya oleh Israel. Manakala pemerintahan PM Netanyahu menyatakan tidak ada bukti bahwa Mossad berada di balik pembunuhan itu, Israel menolak untuk menyangkal tuduhan pembunuhan itu, dengan alasan demi "kebijakan ambiguitas". Sejumlah pengamat di Israel menuntut Kepala Mossad mengundurkan diri. Sebaliknya, pihak proMossad beralasan bahwa operasi Dubai telah dituduhkan sebagai buah kerja Mossad, dan oleh karena itu operasi tersebut dianggap sebagai kerja musuh-musuh Israel untuk mendeskteditkan pemerintahan Netanyahu.

Tanya: Jika bukti-bukti semakin memperkuat keterlibatan Israel, apa akibatnya nanti?
Jawab: Potensi memburuknya hubungan diplomatik sudah jelas, di mana PM Gordon Brown sudah memerintahkan penyelidikan menyeluruh untuk mengetahui bagaimana bisa paspor warga negara Inggris dicatut untuk operasi pembunuhan. Keprihatinan serupa disuarakan oleh Dublin (pemerintah Republik Irlandia) dan Paris (pemerintah Prancis). Sementara pihak berwenang Dubai tak bisa menyembunyikan kegeramannya terhadap fakta bahwa negaranya telah digunakan sebagai lokasi pembunuhan. Bahkan Wina (pemerintah Austria) juga memendam kemarahan sama mengingat tim pembunuh telah menggunakan telpon genggam pra-bayar Austria. Israel yang tengah disorot dunia internasional menyusul laporan Goldstone yang kritis terhadap prilaku Israel dalam Perang Gaza lalu, tentu tidak ingin menambah amunisi kritik hebat internasional. (*)

Sumber: The Independent (18/2)/Jafar Sidik

Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010