Pontianak (ANTARA) - Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan (BNPP) menyebutkan ada sebanyak 29 titik lintas batas tidak resmi pada garis perbatasan Indonesia-Malaysia di Kabupaten Sambas dan Kabupaten Bengkayang, Provinsi Kalimantan Barat.

"Hal itu berpotensi menimbulkan masalah hukum, sosial, dan ekonomi di kemudian hari jika tidak dilakukan penanganan secara komprehensif," kata Deputi Bidang Pengelolaan Batas Wilayah Negara BNPP Robert Simbolon saat dihubungi di Sambas, Selasa.

Menurut dia, sebanyak 29 titik lintas batas tidak resmi ini tersebar di 9 desa dan 3 kecamatan di Kabupaten Sambas dan Bengkayang berdasarkan data Satgas Pengamanan Perbatasan (Pamtas) TNI.

Baca juga: Pemerintah prioritaskan 222 wilayah perbatasan sampai 2024

Rinciannya, di Kabupaten Sambas berada di Kecamatan Paloh (Desa Temajuk 2 titik) dan Kecamatan Sajingan Besar (Desa Sei Bening 1 titik dan Desa Sebunga 2 titik). Sedangkan di Kabupaten Bengkayang berada pada Kecamatan Jagoi Babang (Desa Pareh 2 titik, Desa Semunying 7 titik, Desa Semunying Jaya 1 titik, Desa Sekida 4 titik, Desa Jagoi Babang 6 titik, dan Desa Siding 4 titik)

Untuk itu, sejak 28 September hingga 3 Oktober 2020, BNPP bersama Imigrasi dan TNI melakukan identifikasi ke-29 titik lintas batas tersebut dan pendalaman di empat titik lokasi.

“Maksud dari kegiatan identifikasi titik lintas batas tidak resmi ini adalah untuk memetakan dan merumuskan kebijakan lebih lanjut dan komprehensif terhadap jalur-jalur yang belum dinyatakan sebagai perlintasan resmi,” katanya.

Baca juga: BNPP bahas pengembangan kawasan pendukung tiga PLBN

Simbolon juga menjelaskan perbatasan darat RI-Malaysia di Provinsi Kalimantan Barat dengan Sarawak Malaysia berada di 5 kabupaten yakni Sambas, Bengkayang, Sanggau, Sintang, dan Kapuas Hulu dengan panjang garis batas 966 kilometer, melintasi 98 desa dan 14 kecamatan.

Sepanjang garis batas darat tersebut, kedua negara sudah menyepakati titik-titik perlintasan resmi, terdiri dari 12 titik gerbang berupa pos lintas batas (PLB) tradisional dan tiga titik gerbang berupa pos lintas batas negara (PLBN).

PLB tradisional dikelola Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM RI, dengan pelayanan yang diberikan untuk perlintasan orang sesuai "border cross agreement", menggunakan pas lintas batas.

Baca juga: BNPP: Camat di perbatasan negara akan ditambah kewenangannya

Sedangkan tiga PLBN dikelola oleh BNPP sebagai pintu gerbang atau beranda negara, untuk melayani perlintasan orang dan barang dengan dokumen perjalanan yang berlaku berupa paspor dan pas lintas batas.

Di PLBN telah berlaku keterpaduan sistem pelayanan lintas batas berupa pemeriksaan dan pelayanan keimigrasian, kepabeanan, kekarantinaan serta dilengkapi unsur pendukung LO TNI dan Polri.

Pewarta: Teguh Imam Wibowo
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2020