Penting untuk simulasi bencana dilaksanakan setiap saat dan terkoordinasi dengan baik dari level pemangku kepentingan hingga yang paling bawah
Ambon (ANTARA) - Ahli geologi yang menjabat Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Provinsi Maluku Herfien Samalehu mengatakan program mitigasi bencana harus terus ditingkatkan agar masyarakat tidak hanya lebih waspada dan sadar bencana, tapi juga tangguh menghadapinya.

"Saya pikir penting untuk simulasi bencana dilaksanakan setiap saat dan terkoordinasi dengan baik dari level pemangku kepentingan hingga yang paling bawah," katanya saat dihubungi ANTARA dari Ambon, Selasa, saat ditanya terkait setahun sejak peristiwa gempa bumi magnitudo 6,5 mengguncang Pulau Ambon dan sekitarnya, yang menyebabkan kepanikan massal di berbagai kawasan dan memakan korban jiwa karena kepanikan tersebut.

Herfien, yang juga Kepala Seksi Geologi Tata Lingkungan Dinas Energi dan Sumber Daya (ESDM) Provinsi Maluku itu saat ini sedang menempuh pendidikan Strata-3 (S3) di Fakultas Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.

Gempa tektonik pada 29 September 2019 yang terjadi di 3.38 lintang selatan, 128.43 bujur timur atau 40 kilometer Timur Laut Ambon, di kedalaman 10 kilometer itu memunculkan berbagai spekulasi dan isu hoaks yang tidak terverifikasi, yang beredar di media sosial dan dipercaya oleh masyarakat.

Herfien mengatakan belajar dari pengalaman setahun lalu, masyarakat panik dan beramai-ramai mengungsi tanpa memperhitungkan kemungkinan lain yang justru bisa membahayakan keselamatan mereka, membuktikan minimnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap kebencanaan dan mitigasinya.

Karena itu, pengetahuan kebencanaan, mitigasi dan simulasinya sangat penting untuk terus digalakkan hingga ke komunitas masyarakat paling bawah seperti di tingkat RT/RW, dan prosesnya harus terkoordinasi dengan baik, sehingga pada saat terjadi gempa, masyarakat tahu apa yang harus dilakukan dan tidak panik berlebihan.

"Masyarakat secara bersama-sama panik dan mengungsi ke dataran tinggi karena percaya akan terjadi tsunami. Itu harusnya kita waspadai karena bisa jadi ada orang-orang yang memiliki penyakit berbahaya dan juga kemungkinan lain yang justru malah membahayakan diri," katanya.

Selain mengetahui jalur-jalur evakuasi, kata dia, pengetahuan mitigasi bencana gempa dan tsunami paling dasar adalah masyarakat menyadari lokasi mereka dengan pusat gempa.

"Karena tsunami tidak bisa terjadi begitu saja, dan tidak akan terjadi dari tempat yang jauh dari pusat gempa, sehingga masyarakat yang berada jauh dari lokasi gempa tidak perlu mengungsi, tapi hanya perlu mengantisipasi kemungkinan robohnya bangunan," katanya.

Ia memberi contoh gempa setahun lalu berpusat di selatan Kairatu, Kabupaten Seram Bagian Barat, kalaupun menimbulkan tsunami, bencana itu tidak akan terjadi di Teluk Ambon dan sekitarnya yang berada jauh dari titik gempa.

Selain itu, untuk mendapatkan informasi pembaharuan mengenai gempa dan tsunami, masyarakat harus mengaksesnya dari situs-situs terpercaya dan lembaga berkompeten, seperti Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG).

Sebab sedikit banyak, kepanikan massal masyarakat juga dipengaruhi oleh isu dan informasi hoaks yang beredar luas di media sosial.

"Misalnya perisiwa kemarin skema terburuknya ada tsunami, maka itu tidak akan terjadi di kawasan Kecamatan Baguala, Teluk Ambon ataupun Leitimur Selatan karena jauh dari pusat gempa, jadi yang di berada di Kota Ambon tidak perlu mengungsi ke dataran tinggi," katanya.

Ia menambahkan Maluku merupakan daerah rawan bencana gempa. Patahan-patahan bawah laut atau subsea-nya belum terpetakan dengan baik. Karena itu, masyarakat di kawasan-kawasan batas zona lempeng, seperti Kabupaten Maluku Barat Daya dan Pulau Seram harus senantiasa waspada.

"Patahan-patahan bawah laut kita belum terpetakan dengan baik, karena memang subsea, bukan di permukaan seperti misalnya 11 patahan di Pulau Ambon yang sudah berumur tua, saya pikir agak sulit untuk bergerak kecuali dia reaktifasi lagi," demikian Herfien Samalehu.

Baca juga: P2LD-LIPI segera terapkan metode kajian potensi gempa di Maluku

Baca juga: Gempa magnitudo 6,7 guncang Maluku tidak berpotensi tsunami

Baca juga: Maluku hadapi 5.100 gempa sepanjang 2019

Baca juga: IAGI edukasi mahasiswa STIA Mataram tentang kebencanaan



 

Pewarta: Shariva Alaidrus
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2020