Ingin kain Lagosi lebih dikenal dengan cara memodelkan kain tersebut ke model yang mungkin lebih modern
Jakarta (ANTARA) - Meski masih duduk di Kelas 10 Sekolah Cikal, pelajar bernama lengkap Andi Azlia Shabirah Labitta Sinjaya itu telah menginspirasi bagi kalangan yang menggeluti budaya fesyen khususnya pakaian adat Indonesia.

Siswi yang biasa akbar dipanggil Zia itu mengkreasikan kain bahan Lagosi khas Nusantara dari Makassar Sulawesi Selatan menjadi pakaian kontemporer yang tidak lengkang dimakan waktu bagi kaum milenial.

Zia tidak merasa minder atau malu untuk mengembangkan karyanya dengan mengandalkan bahan kain adat khas dari daerah Indonesia Timur itu menjadi bagian produk unggulan.

Dikatakan Zia, situasi pandemik COVID-19 di dunia maupun Indonesia menjadikan "sumber inspirasi" untuk mengasahkan kemampuan menggali potensi yang dimiliki pada bidang fesyen.

"Saat pandemi ini, aku jadi lebih banyak waktu untuk menggali hobi dan potensiku, selain itu aku punya misi untuk melestarikan sebuah kain asal Sulawesi Selatan dari tempat kelahiran keluarga papaku, yang disebut Lagosi," ujar Zia.

Baca juga: Makna baju adat Timor Tengah Selatan yang dipakai Presiden Jokowi

Baca juga: Lazada gandeng tiga desainer lokal di Revival Fashion Festival 2020


Kreasi pakaian modern memanfaatkan kain Lagosi khas Makassar, Sulawesi Selatan, dengan memadukan warna mencolok untuk menarik minat kaum milenial. (ANTARA/HO/dokumen pribadi) (ANTARA/HO)

Bagi Zia, Makassar sudah tidak asing lagi karena merupakan kota kelahiran sang ayah, yakni Andi Sinjaya Ghalib yang merupakan anggota perwira menengah Polri tersebut.

Zia menuturkan kain Lagosi memiliki keunggulan dari corak warna yang unik dan memiliki nilai filosofi terkait kehidupan mahluk hidup sehingga perlu dilestarikan melalui gagasan rancangan yang modern.

"Melestarikan dan menjunjung tinggi budaya Indonesia merupakan kewajiban semua orang," tutur Zia.

Perempuan muda itu menegaskan kaum milenial perlu melestarikan budaya Indonesia yang dukung teknologi, kecerdasan, dan membuka pikiran yang luas untuk menciptakan suatu karya unggulan

Tidak melalui proses yang instan, namun Zia mengasah kemampuan desain pakaian itu sejak sekolah dasar karena faktor hobi dan menyadari adanya kemampuan lebih mendalami bidang fesyen.

Baca juga: Desainer Aceh diminta kembangkan fesyen berkarakter lokal

Baca juga: Ingin tampil beda, Andien kepincut fashion lokal


Lestarikan Kain Tradisional

Kreasi pakaian modern memanfaatkan kain Lagosi khas Makassar, Sulawesi Selatan, dengan memadukan warna mencolok untuk menarik minat kaum milenial. (ANTARA/HO/dokumen pribadi) (ANTARA/HO)
Melalui usaha pakaian bernama "Labitta The Label", perempuan berusia 15 tahun itu lebih memilih mengembangkan bisnis fesyen busana formil dari bahan kain khas Makassar dengan menampilkan perpaduan warna mencolok seperti oranye, kuning, hitam, hijau, dan merah hati.

Dikatakan Zia, usaha "cloting line" yang dirintis sejak Mei 2020 itu telah menjual 500 produk beromzet ratusan juta dengan pangsa pasar dalam dan luar negeri.

Zia menyulap bahan tradisional dari budaya Indonesia Timur itu menjadi karya busana yang digandrungi kaum anak muda karena menampilkan tampak yang enerjik dan menawan.

Mengenai kain Lagosi, Zia mengaku bahan tradisional itu kurang populer bagi kalangan milenial, namun dirinya berupaya totalitas membuat karya yang diminati para penggemar busana khususnya anak muda dengan penampilan lebih modern.

"Aku ingin kain Lagosi lebih dikenal dengan cara memodelkan kain tersebut ke model yang mungkin lebih modern dan zaman sekarang agar juga pas dengan minat orang jaman sekarang," ucap Zia yang sejak kecil mengagumi fesyen ala "Channel" itu.

Baca juga: Baznas pamerkan kain tradisional karya penerima zakat

Baca juga: Jalan panjang angkat batik etnik khas Bali


Muda Berkarakter

Kreasi pakaian modern memanfaatkan kain Lagosi khas Makassar, Sulawesi Selatan, dengan memadukan warna mencolok untuk menarik minat kaum milenial. (ANTARA/HO/dokumen pribadi) (ANTARA/HO)
Diketahui, Zia mengatur waktu selama 24 jam untuk kegiatan sekolah, berkarya, dan istirahat atau berkumpul bersama keluarga, teman, serta lingkungan sekitar.

Meski usianya baru 15 tahun, Zia dianggap memiliki semangat tinggi, berkarakter, dan mampu merefleksikan pembelajaran pada kehidupan sehari-hari secara personalisasi.

Kepala Sekolah Cikal Setu, Siti Fatimah mengungkapkan Zia merupakan contoh anak muda kreatif, percaya diri, dan terkoneksi antara pembelajaran di sekolah dengan kehidupan nyata.

"Ia juga merupakan cerminan hasil pembelajaran di sekolah di mana setiap murid memiliki kebutuhan, cara belajar, minat, dan ketertarikan yang berbeda, dan kunci utamanya adalah melakukan proses pembelajaran personalisasi," urai Siti.

Baca juga: Model profesional Austria peragakan busana bermotif lurik

Baca juga: Ketika kain tradisional jadi koleksi kekinian


Pewarta: Taufik Ridwan
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2020